Rabu, 02 Januari 2013

PT 16 - ANALISA BREAK EVEN DADA PT PERKEBUNAN XV-XVI (PERSERO)


ANALISA BREAK EVEN DADA PT PERKEBUNAN XV-XVI (PERSERO)
PG. GONDANG BARU KLATEN
JAWA TENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Hasalah
Inpres No. 9 Tahun 1975, yang dikenal dengan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan suatu kebijaksanaan baru dalam bidang industri gula nasional, yang telah mengganti tata hubungan produksi gula tebu dari sistem penyewaan tanah petani oleh pabrik gula menjadi sistem produksi tebu langsung oleh petani pemilik lahan sendiri.
Sasaran pokok yang saling menunjang dan yang hendak dijangkau program tersebut adalah meningkatkan dan memantapkan produksi gula nasional, meningkatkan pendapatan petani serta perluasan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di antara masyarakat pedesaan. Prioritas utama yang perlu ditangani adalah meningkatkan dan memantapkan produksi gula, karena meningkatkan dan memantapkan produksi gula, merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai sasaran-sasaran lainnya secara memuaskan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan kebijaksanaan agar konsumsi gula dapat dicukupi oleh produksi dalam negeri. Kebijaksanaan swasembada ini berarti bahwa gula harus cukup tersedia, dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang teriangkau rakyat banyak.
Konsumsi yang terus meningkat seirama dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, harus diikuti dengan peningkatan dan pemantapan produksi, agar swasembada dapat tercapai. Mengingat produksi gula hingga repelita V, masih bertumpu di pulau Jawa, maka langkah optimasi khususnya optimasi lahan dan masa giling dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas perlu mendapat perhatian yang lebih baik.
Komoditi gula memegang peranan penting setelah komoditi beras dalam sistem ekanomi pangan di Indonesia. Karena komoditi gula merupakan komoditi yang strategis dan menyentuh hajat hidup orang banyak, baik aspek kehidupan ekonomi maupun sosial masyarakat. Di samping itu, gula merupakan komoditi politis dan emasional yang berarti bila terjadi gejolak produksi, konsumsi harga dan pemasaran gula dapat menimbulkan berbagai gejolak politis di dalam masyarakat, baik bersifat rasional maupun tidak rasional. Menyadari sifat-sifat komaditi gula yang demikian, menyebabkan pemerintah selalu turut campur tangan di dalam produksi maupun pemasaran gula. Pada prinsipnya semua kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana mengupayakan agar petani tebu tetap terangsang untuk berproduksi dengan menjamin pendapatannya dan pabrik gula tetap dapat melangsungkan aktivitasnya dengan tidak membebani anggaran pemerintah berupa subsidi yang berlebihan.
Berdasarkan SK Mentan No. 013 tahun 1986, dinyatakan bahwa pabrik gula merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pergulaan nasional, di samping petani, instansi-instansi pemerintah di daerah serta pemerintah pusat. Berarti sukses tidaknya Inpres No. 9 tahun 1975 tergantung pada keempat komponen tersebut dalam menciptakan situasi yang menguntungkan dalam arti memungkinkan cepat tercapinya tujuan. Ibarat kata pemeo, bahwa sukses tidaknya program TRI akan sangat tergantung pada kemampuan kerja sama yang seimbang, selaras dan serasi, antara T (teknis), R (rakyat) dan I(instansi). Dengan demikian pengalihan pengusahaan tanaman tebu yang merupakan bagian dari program pembangunan pertanian Indonesia perlu dukungan semua fihak maupun instansi yang terkait. Mengingat dalam industri gula sendiri menyangkut banyak kepentingan, mulai dari kepentingan nasional berupa cukai, petani sebagai produsen, pabrik sebagai pengolah, penyalur sebagai pelaku pemasaran dan konsumen sebagai pembeli.
Terhadap pabrik gula yang merupakan salah satu komponen penting dalam industri gula nasional, semula bersifat unit usaha yang lebih berorientasi kepada keuntungan berubah menjadi perangkat pembangunan yang diharapkan dapat membantu memacu akselerasi pembangunan guna memajukan daerah sekitarnya. Dalam Inpres No. 9 tahun 1975, tersirat kehendak pemerintah untuk menjadikan perusahaan perkebunan besar, dalam hal ini pabrik gula menjadi lembaga yang memadu dengan derap pembangunan nasional, terutama dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani. Sehingga sebagai perusahaan negara, suatu pabrik gula di samping mencari keuntungan dan devisa untuk negara, pada saat ini pabrik gula juga mengemban tugas sebagai wahana pembangunan.
Agar pabrik gula mampu hidup dan berkembang sebagai suatu badan usaha, maka pabrik gula harus mampu mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya. Suatu perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan apabila hasil

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputro, G. 1988. Anggaran Perusahaan. Jilid 2. Yogyakarta : BPFE.

Adisastnito, K. 1981. Sistem Penetapan Rendemen Nisbi Tebu Rakyat Intensifikasi: Suatu Pengaturan Hubungan Ekonomi Berwatak Sosial. Proceedings Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I Tahun 1981. Pasuruan: Offset BP3G Pasuruan, 1981, hal.279-303

 ----------- 1984. Langkah Strategis Ke Arah Konsoli­dasi Program Tebu Rakyat Intensifikasi. Proceedings Pertemuan Teknis Tahun 1983. Pasuruan: Offset BF3G Pasuruan, 1984, hal. 1 - 20.

Agus, A. 1986. Manajemen Produksi: Perencanaan Slstem Produksi Jilid  I dan II. Yogya.karta : BPFE.

 ----------- 1987. Manajemen Produksi: Pengendalian Produksi. Jilid I dan II. Yogyakarta: BPFE.

Dianjung, St., et. al. 1983. Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Ghana Indonesia.

DjarWanto, P.S. 1984. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Shripsi. Yogyakarta: Liberty.

Hadi,S. 1981. Metodologi Recearch. Jilid I dan II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hasan, i. dan Sapuan. 1984. Harga Gula di Indonesia (Suatu Kajian Pendahuluan). Proceedings Pertemuan Teknis Tahun 1983. Pasuruan: Offset BP 3G-Pasuruan, 1984, hal. 61-96.

Husnan, S. 1985. Pembelanjaan Perusahaan : Dasar- dasar Manajemen Keuangan. Jilid I dan II. Yogyakarta: Liberty.

Jhon, S. 1986. Hubungan Industrial: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: BPFE.

Kusharyono, A., H.A.,-Ak. 1986. Pengetahuan Rendemen pada Tebu Rakyat Intensifihasl (TRI;). Jakarta: Direktorat Bina Produksi Perkebunan Bagian Proyek Peningkatan Teknis Produksi Perkebunan Pusat.

Manulang, M. 1971. Dasar-dasar Management. Medan: C.V. Aman laham .

Maxfield, F.M. 1930. The Case Study. Educ. Res. Bull. 9.

Mubyarto. 1987. Ekonomi Pancasila: Gagasan den Kemungkinan. Jakarta: C.V. Yasaguna.

 ----------- 1988. Sistem den Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP 3ES.

Nazir, H. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Hyoman, K.H. 1986. Evaluasi Faktor Rendemen Minimum Pabrik-pabrik Gula yang Melaksanakan Program TRI. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan 1986. Parusuran: Offset BP3G Pasuruan, 1986, hal. 52 - 63.

Pedoman Pelaksanaan Care Perhitungan Rendemen Tebu Gilin Bagi Petugas Pahrik Gu1a. 1984. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan-Yogyakarta.

Pedoman Penyuluhan Terpadu pada Pelaksanaan Program TRI Musim Tanam 1984/ 1985. 1984. Bandung: Balai Informasi Pertanian Kayuambon, Lembang.

Proceedings Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I Tahun 1984. 1984. Pasuruan: Offset BP3G -Pasuruan.

Reksohadiprodjo, S., et. al. 1986. Kebijaksanaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.

Sistem Break Even. 1975. Yogyakarta: Liberty.

Soehardi, S. 1979. Analisa Break Even. Yogyakarta: Liberty.

Suraehmad, W. 1968. Research: Pengantar Metodologi ilmu Bandung: IKIP Bandung.

Survivaliadi. 1989. "Mengapa Petani Tebu Rakyat Tidak Semua Masuk TRI" . Harian Berita Nasional No. 333, Tahun XLIII, 23 Oktober 1989, hal. IV. Kolom 2 - 5.

Whitney. F.L. 1960. The E1ementt of Research. Asian Eds. Osaka: Overseas Book Co.

Wiriatnodjo, B. et. al. 1984. Prosiding Pergulaan di Indonesia den Prospeknya di Mesa Mendatang. Pasuruan: Offset BF3G Pasuruan.



Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700


0 komentar:

Posting Komentar