Rabu, 02 Januari 2013

PD 666- PERSEPSI KLIEN TENTANG KEEFEKTIFAN KONSELOR DALAM MELAKSANAKAN


PERSEPSI KLIEN TENTANG KEEFEKTIFAN KONSELOR
DALAM MELAKSANAKAN KONSELING INDIVIDUAL DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN KERJA DAN GENDER KONSELOR DI SMA NEGERI SE-KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2004/2005

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam rangka usaha layanan bimbingan dan konseling serta pemberian bantuan melalui usaha layanan konseling adalah merupakan bagian yang sangat penting. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “layanan konseling adalah merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Oleh karena itu para petugas dalam bimbingan dan konseling perlulah kiranya memahami dan dapat melaksanakan usaha layanan konseling itu dengan sebaik-baiknya.
Konseling adalah merupakan suatu proses usaha untuk mencapai tujuan, dimana tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah perubahan pada diri klien, baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih memungkinkan klien itu dapat menerima dirinya sendiri, serta pada akhirnya klien dapat mewujudkan dirinya sendiri secara optimal (Sukardi, 1985: 11).
Konseling juga merupakan suatu teknik dalam membimbing. Oleh karenanya setiap konselor selalu dituntut darinya untuk menguasai teknik yang satu ini dengan tujuan agar konselor dapat secara optimal didalam membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien.
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik, sebagaimana tuntutan profesi tersebut diatas, kunci utamanya tentu adalah konselor itu sendiri. Ini merupakan unsur utama untuk bisa meraih hasil gemilang, artinya sebagai konselor harus memiliki bobot tertentu yang dapat memperlancar relasi konseling, yaitu: Memiliki pengetahuan dasar menyangkut teori dan praktik konseling, keterampilan wawancara konseling, yang bisa diperoleh baik secara pendidikan formal (dari jurusan bimbingan dan konseling, penataran, kursus-kursus dan latihan berjangka dibidang bimbingan  dan konseling), maupun pendidikan non formal (dari pengalaman bekerja, usaha dan belajar melalui bulletin, brosur-brosur yang sesuai dengan bidang bimbingan dan konseling), dan memiliki kualitas kepribadian, sehingga bisa dikatakan bahwa konselor akan efektif dalam melaksanakan layanan konseling individual.
Namun persoalannya adalah, dimana kenyataan dilapangan menunjukkan gejala yang belum semuanya sejalan dengan kondisi-kondisi yang digambarkan diatas. Berdasarkan pengamatan selama menjalankan tugas-tugas perkuliahan dan survey pra-penelitian ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri se-Kota Semarang ditemukan adanya beberapa kesenjangan. Dalam hubungannya dengan pemberian layanan konseling individual, khususnya yang dititik beratkan pada permasalahan tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor sekolah dalam penelitian ini ditemui adanya perbedaan tingkat pendidikan, masa kerja, dan gender konselor sekolah di SMA Negeri se-Kota Semarang, yaitu konselor dengan tingkat pendidikan D3 BK dengan jumlah 8 orang dan konselor dengan tingkat pendidikan S1 BK dengan jumlah 45 orang, dimana antara tingkat pendidikan D3 dan S1 bimbingan dan konseling mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Konselor dengan masa kerja konselor 0 tahun - 11 tahun berjumlah 5 orang dan konselor dengan masa kerja 12 - 23 tahun berjumlah 38 orang serta konselor dengan masa kerja > 24 tahun berjumlah 10, dimana konselor dengan masa kerja yang relatif banyak sudah lama berkecimpung dalam dunia bimbingan dan konseling, sehingga sudah banyak mendapatkan pengalaman-pengalaman berkaitan dengan pelaksanaan konseling individual, dibandingkan dengan konselor dengan masa kerja yang relatif sedikit.
Sedangkan konselor dengan jenis kelamin pria dengan jumlah 16 orang dan wanita berjumlah 37 orang yang mendasarkan pada karakteristik konselor pria dan wanita yang jelas-jelas mempunyai perbedaan baik dari segi biologis maupun non biologis, dimana konselor pria yang cenderung dapat berpikir rasional tidak dapat melaksanakan layanan konseling individual dengan menempuh cara yang sama dari konselor wanita yang cenderung emosional, begitu pula sebaliknya. Dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan persepsi klien yang berbeda (sangat baik, baik, cukup baik, agak kurang baik dan kurang baik) terhadap keefektifan konselor sekolah dalam melaksanakan layanan konseling individual, sehingga bisa dikatakan apakah konselor sudah sangat efektif, efektif, cukup efektif, agak kurang efektif dan kurang efektif dalam melaksanakan layanan konseling individual. Kenyataan di atas didukung oleh hal-hal seperti dibawah ini:

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar Syaifudin. 2000. Sikap Manusia dan teori pengukurannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Depdikbud, 1994. Pedoman Pembimbing dan Penyuluhan Siswa di Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen

Gunarsa, D Singgih, 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia

Hadi Sutrisno. 1989. Metode Research. Jojakarta: Fakultas Psikologi UGM

Hamali Oemar. 1991. Pendidikan Guru. Bandung: Mandar Maju

Handayani, Tri Sakti dan Sugiarti, 2002. Konsep dan Penelitian Gender. Malang: UMM Press

Hariyadi Sugeng. 1999. Laporan Penelitian tentang Persepsi Siswa SMA terhadap tingkat keefektifan konselor dalam memberikan layanan Konseling Individual (Penelitian di SMA Negeri se-Kodia Semarang)

______________ dkk. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Semarang: IKIP Semarang Press

Hendrarno, Eddy dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang: Bina Putra

__________________, 2003. Bimbingan dan Konseling (edisi revisi). Semarang: Swadaya Manunggal

Imran, Irawati dkk. 2000 Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI Pusat

Kartono Kartini. 1992. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju

Kongseng A. 1996. Konseling Pribadi. Jakarta: Obor

Mar’at, 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Mappiare, Andi AT. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: CV Rajawali

Nasir Muhammad. 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Prayitno, 1985. Penyuluhan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Prayito dan Amti Erman. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud

Poewardaminto, 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Rakhmad Jalaludin. 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Santoso Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Sudjana dkk, 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru

Slameto, 1990. Perspektif Bimbingan Konseling dan Penerapannya diberbagai institusi. Semarang: Satya Wacana

Sukardi, Ketut Dewa. 1984. Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia

________________, 1985. Ilmu Psikologi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Thamtawy. 1993. Kamus Bimbingan dan Belajar. Jakarta: IKIP Jakarta

Umar Nasaruddin 1999. Argumen Kesetaraan Gender. Jakarta: Paramadina

UU RI No. 2 tahun 1989. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika

Walgito Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM

Wibowo, Mungin Eddy. 1986. Konseling di Sekolah. FIP IKIP Semarang

Winkel. 199. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: PT Gramedia Wediasmara Indonesia

Yeo Anthony. 1994. Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah. Jakarta: Gunung Mulia



Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700


0 komentar:

Posting Komentar