PERSEPSI
KLIEN TENTANG KEEFEKTIFAN KONSELOR
DALAM
MELAKSANAKAN KONSELING INDIVIDUAL DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN
KERJA DAN GENDER KONSELOR DI SMA NEGERI SE-KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2004/2005
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam rangka usaha layanan bimbingan dan konseling serta pemberian
bantuan melalui usaha layanan konseling adalah merupakan bagian yang sangat
penting. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “layanan konseling adalah
merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan
(counseling is the heart of guidance program). Oleh karena itu para petugas
dalam bimbingan dan konseling perlulah kiranya memahami dan dapat melaksanakan
usaha layanan konseling itu dengan sebaik-baiknya.
Konseling adalah merupakan suatu proses usaha untuk mencapai tujuan,
dimana tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah perubahan pada diri
klien, baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih
memungkinkan klien itu dapat menerima dirinya sendiri, serta pada akhirnya
klien dapat mewujudkan dirinya sendiri secara optimal (Sukardi, 1985: 11).
Konseling juga merupakan suatu teknik dalam membimbing. Oleh karenanya setiap
konselor selalu dituntut darinya untuk menguasai teknik yang satu ini dengan tujuan
agar konselor dapat secara optimal didalam membantu memecahkan masalah yang
dialami oleh klien.
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik, sebagaimana
tuntutan profesi tersebut diatas, kunci utamanya tentu adalah konselor itu
sendiri. Ini merupakan unsur utama untuk bisa meraih hasil gemilang, artinya
sebagai konselor harus memiliki bobot tertentu yang dapat memperlancar relasi
konseling, yaitu: Memiliki pengetahuan dasar menyangkut teori dan praktik konseling,
keterampilan wawancara konseling, yang bisa diperoleh baik secara pendidikan
formal (dari jurusan bimbingan dan konseling, penataran, kursus-kursus dan
latihan berjangka dibidang bimbingan dan
konseling), maupun pendidikan non formal (dari pengalaman bekerja, usaha dan
belajar melalui bulletin, brosur-brosur yang sesuai dengan bidang bimbingan dan
konseling), dan memiliki kualitas kepribadian, sehingga bisa dikatakan bahwa
konselor akan efektif dalam melaksanakan layanan konseling individual.
Namun persoalannya adalah, dimana kenyataan dilapangan menunjukkan gejala
yang belum semuanya sejalan dengan kondisi-kondisi yang digambarkan diatas. Berdasarkan
pengamatan selama menjalankan tugas-tugas perkuliahan dan survey pra-penelitian
ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri se-Kota Semarang ditemukan adanya
beberapa kesenjangan. Dalam hubungannya dengan pemberian layanan konseling
individual, khususnya yang dititik beratkan pada permasalahan tingkat
pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor sekolah dalam penelitian ini
ditemui adanya perbedaan tingkat pendidikan, masa kerja, dan gender konselor sekolah
di SMA Negeri se-Kota Semarang, yaitu konselor dengan tingkat pendidikan D3 BK
dengan jumlah 8 orang dan konselor dengan tingkat pendidikan S1 BK dengan
jumlah 45 orang, dimana antara tingkat pendidikan D3 dan S1 bimbingan dan konseling
mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Konselor dengan masa kerja konselor 0
tahun - 11 tahun berjumlah 5 orang dan konselor dengan masa kerja 12 - 23 tahun
berjumlah 38 orang serta konselor dengan masa kerja > 24 tahun berjumlah 10,
dimana konselor dengan masa kerja yang relatif banyak sudah lama berkecimpung
dalam dunia bimbingan dan konseling, sehingga sudah banyak mendapatkan
pengalaman-pengalaman berkaitan dengan pelaksanaan konseling individual,
dibandingkan dengan konselor dengan masa kerja yang relatif sedikit.
Sedangkan konselor dengan jenis kelamin pria dengan jumlah 16 orang dan
wanita berjumlah 37 orang yang mendasarkan pada karakteristik konselor pria dan
wanita yang jelas-jelas mempunyai perbedaan baik dari segi biologis maupun non
biologis, dimana konselor pria yang cenderung dapat berpikir rasional tidak
dapat melaksanakan layanan konseling individual dengan menempuh cara yang sama
dari konselor wanita yang cenderung emosional, begitu pula sebaliknya. Dengan
adanya perbedaan tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor
diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan persepsi
klien yang berbeda (sangat baik, baik, cukup baik, agak kurang baik dan kurang
baik) terhadap keefektifan konselor sekolah dalam melaksanakan layanan konseling
individual, sehingga bisa dikatakan apakah konselor sudah sangat efektif, efektif,
cukup efektif, agak kurang efektif dan kurang efektif dalam melaksanakan layanan
konseling individual. Kenyataan di atas didukung oleh hal-hal seperti dibawah
ini:
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto
Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Azwar
Syaifudin. 2000. Sikap Manusia dan
teori pengukurannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Depdikbud,
1994. Pedoman Pembimbing dan Penyuluhan
Siswa di Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Gunarsa, D
Singgih, 1992. Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Hadi
Sutrisno. 1989. Metode Research.
Jojakarta: Fakultas Psikologi UGM
Hamali Oemar.
1991. Pendidikan Guru. Bandung:
Mandar Maju
Handayani,
Tri Sakti dan Sugiarti, 2002. Konsep
dan Penelitian Gender. Malang: UMM Press
Hariyadi
Sugeng. 1999. Laporan Penelitian
tentang Persepsi Siswa SMA terhadap tingkat keefektifan konselor dalam
memberikan layanan Konseling Individual (Penelitian di SMA Negeri
se-Kodia Semarang)
______________
dkk. 1995. Perkembangan Peserta Didik.
Semarang: IKIP Semarang Press
Hendrarno,
Eddy dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah. Semarang: Bina Putra
__________________,
2003. Bimbingan dan Konseling (edisi
revisi). Semarang: Swadaya Manunggal
Imran,
Irawati dkk. 2000 Seksualitas Remaja.
Jakarta: PKBI Pusat
Kartono
Kartini. 1992. Psikologi Wanita.
Bandung: Mandar Maju
Kongseng A.
1996. Konseling Pribadi.
Jakarta: Obor
Mar’at, 1981.
Sikap Manusia Perubahan serta
Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mappiare,
Andi AT. 1992. Pengantar Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta: CV Rajawali
Nasir
Muhammad. 1999. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Prayitno,
1985. Penyuluhan. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Prayito dan
Amti Erman. 1994. Dasar-dasar Bimbingan
dan Konseling. Jakarta: Depdikbud
Poewardaminto,
1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Rakhmad
Jalaludin. 1989. Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Santoso
Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS
Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sudjana dkk,
1989. Penelitian dan Penilaian
Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Slameto,
1990. Perspektif Bimbingan Konseling
dan Penerapannya diberbagai institusi. Semarang: Satya Wacana
Sukardi,
Ketut Dewa. 1984. Pengantar Teori
Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia
________________,
1985. Ilmu Psikologi. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Thamtawy.
1993. Kamus Bimbingan dan Belajar.
Jakarta: IKIP Jakarta
Umar
Nasaruddin 1999. Argumen Kesetaraan
Gender. Jakarta: Paramadina
UU RI No. 2
tahun 1989. Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika
Walgito Bimo.
1989. Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah. Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM
Wibowo,
Mungin Eddy. 1986. Konseling di Sekolah.
FIP IKIP Semarang
Winkel. 199. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: PT Gramedia Wediasmara Indonesia
Yeo Anthony.
1994. Konseling Suatu Pendekatan
Pemecahan Masalah. Jakarta: Gunung Mulia
Untuk mendapatkan file skripsi /
Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700
0 komentar:
Posting Komentar