ANALISA
BREAK EVEN DADA PT PERKEBUNAN XV-XVI (PERSERO)
PG. GONDANG BARU KLATEN
PG. GONDANG BARU KLATEN
JAWA
TENGAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hasalah
Inpres No. 9 Tahun 1975, yang dikenal dengan program Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI), merupakan suatu kebijaksanaan baru dalam bidang industri
gula nasional, yang telah mengganti tata hubungan produksi gula tebu dari
sistem penyewaan tanah petani oleh pabrik gula menjadi sistem produksi tebu
langsung oleh petani pemilik lahan sendiri.
Sasaran pokok yang saling menunjang dan yang hendak dijangkau program
tersebut adalah meningkatkan dan memantapkan produksi gula nasional,
meningkatkan pendapatan petani serta perluasan lapangan kerja dan pemerataan
pendapatan di antara masyarakat pedesaan. Prioritas utama yang perlu ditangani
adalah meningkatkan dan memantapkan produksi gula, karena meningkatkan dan
memantapkan produksi gula, merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai
sasaran-sasaran lainnya secara memuaskan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan
kebijaksanaan agar konsumsi gula dapat dicukupi oleh produksi dalam negeri.
Kebijaksanaan swasembada ini berarti bahwa gula harus cukup tersedia, dapat
diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang teriangkau rakyat banyak.
Konsumsi yang terus meningkat seirama dengan pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat, harus diikuti dengan peningkatan dan pemantapan
produksi, agar swasembada dapat tercapai. Mengingat produksi gula hingga
repelita V, masih bertumpu di pulau Jawa, maka langkah optimasi khususnya
optimasi lahan dan masa giling dalam rangka meningkatkan produksi dan
produktivitas perlu mendapat perhatian yang lebih baik.
Komoditi gula memegang peranan penting setelah komoditi beras dalam sistem
ekanomi pangan di Indonesia. Karena komoditi gula merupakan komoditi yang
strategis dan menyentuh hajat hidup orang banyak, baik aspek kehidupan ekonomi
maupun sosial masyarakat. Di samping itu, gula merupakan komoditi politis dan
emasional yang berarti bila terjadi gejolak produksi, konsumsi harga dan
pemasaran gula dapat menimbulkan berbagai gejolak politis di dalam masyarakat,
baik bersifat rasional maupun tidak rasional. Menyadari sifat-sifat komaditi
gula yang demikian, menyebabkan pemerintah selalu turut campur tangan di dalam
produksi maupun pemasaran gula. Pada prinsipnya semua kebijaksanaan yang
dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana mengupayakan agar petani tebu tetap
terangsang untuk berproduksi dengan menjamin pendapatannya dan pabrik gula tetap
dapat melangsungkan aktivitasnya dengan tidak membebani anggaran pemerintah
berupa subsidi yang berlebihan.
Berdasarkan SK Mentan No. 013 tahun 1986, dinyatakan bahwa pabrik gula
merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pergulaan nasional, di
samping petani, instansi-instansi pemerintah di daerah serta pemerintah pusat.
Berarti sukses tidaknya Inpres No. 9 tahun 1975 tergantung pada keempat
komponen tersebut dalam menciptakan situasi yang menguntungkan dalam arti
memungkinkan cepat tercapinya tujuan. Ibarat kata pemeo, bahwa sukses tidaknya
program TRI akan sangat tergantung pada kemampuan kerja sama yang seimbang,
selaras dan serasi, antara T (teknis), R (rakyat) dan I(instansi). Dengan
demikian pengalihan pengusahaan tanaman tebu yang merupakan bagian dari program
pembangunan pertanian Indonesia perlu dukungan semua fihak maupun instansi yang
terkait. Mengingat dalam industri gula sendiri menyangkut banyak kepentingan,
mulai dari kepentingan nasional berupa cukai, petani sebagai produsen, pabrik
sebagai pengolah, penyalur sebagai pelaku pemasaran dan konsumen sebagai
pembeli.
Terhadap pabrik gula yang merupakan salah satu komponen penting dalam
industri gula nasional, semula bersifat unit usaha yang lebih berorientasi
kepada keuntungan berubah menjadi perangkat pembangunan yang diharapkan dapat membantu
memacu akselerasi pembangunan guna memajukan daerah sekitarnya. Dalam Inpres
No. 9 tahun 1975, tersirat kehendak pemerintah untuk menjadikan perusahaan
perkebunan besar, dalam hal ini pabrik gula menjadi lembaga yang memadu dengan
derap pembangunan nasional, terutama dalam hal meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tani. Sehingga sebagai perusahaan negara, suatu pabrik gula di
samping mencari keuntungan dan devisa untuk negara, pada saat ini pabrik gula
juga mengemban tugas sebagai wahana pembangunan.
Agar
pabrik gula mampu hidup dan berkembang sebagai suatu badan usaha, maka pabrik
gula harus mampu mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya. Suatu
perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan apabila hasil
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputro,
G. 1988. Anggaran Perusahaan. Jilid 2. Yogyakarta : BPFE.
Adisastnito,
K. 1981. Sistem Penetapan Rendemen Nisbi Tebu Rakyat Intensifikasi: Suatu
Pengaturan Hubungan Ekonomi Berwatak Sosial. Proceedings Pertemuan Teknis
Tengah Tahunan I Tahun 1981. Pasuruan: Offset BP3G Pasuruan, 1981,
hal.279-303
----------- 1984. Langkah Strategis Ke Arah Konsolidasi
Program Tebu Rakyat Intensifikasi. Proceedings Pertemuan Teknis Tahun 1983. Pasuruan:
Offset BF3G Pasuruan, 1984, hal. 1 - 20.
Agus, A.
1986. Manajemen Produksi: Perencanaan Slstem Produksi Jilid I dan II. Yogya.karta : BPFE.
----------- 1987. Manajemen Produksi: Pengendalian
Produksi. Jilid I dan II. Yogyakarta: BPFE.
Dianjung,
St., et. al. 1983. Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Ghana
Indonesia.
DjarWanto, P.S. 1984. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis
Penulisan Shripsi. Yogyakarta: Liberty.
Hadi,S. 1981.
Metodologi Recearch. Jilid I dan II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hasan, i. dan
Sapuan. 1984. Harga Gula di Indonesia (Suatu Kajian Pendahuluan). Proceedings
Pertemuan Teknis Tahun 1983. Pasuruan: Offset BP 3G-Pasuruan, 1984,
hal. 61-96.
Husnan, S.
1985. Pembelanjaan Perusahaan : Dasar- dasar Manajemen Keuangan. Jilid I
dan II. Yogyakarta: Liberty.
Jhon, S.
1986. Hubungan Industrial: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: BPFE.
Kusharyono,
A., H.A.,-Ak. 1986. Pengetahuan Rendemen pada Tebu Rakyat Intensifihasl (TRI;).
Jakarta: Direktorat Bina Produksi Perkebunan Bagian Proyek Peningkatan
Teknis Produksi Perkebunan Pusat.
Manulang, M.
1971. Dasar-dasar Management. Medan: C.V. Aman laham .
Maxfield,
F.M. 1930. The Case Study. Educ. Res. Bull. 9.
Mubyarto. 1987.
Ekonomi Pancasila: Gagasan den Kemungkinan. Jakarta: C.V. Yasaguna.
----------- 1988. Sistem den Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta:
LP 3ES.
Nazir, H. 1983.
Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Hyoman,
K.H. 1986. Evaluasi Faktor Rendemen Minimum Pabrik-pabrik Gula yang
Melaksanakan Program TRI. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan 1986. Parusuran:
Offset BP3G Pasuruan, 1986, hal. 52 - 63.
Pedoman
Pelaksanaan Care Perhitungan Rendemen Tebu Gilin Bagi Petugas Pahrik Gu1a. 1984.
Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan-Yogyakarta.
Pedoman Penyuluhan Terpadu pada Pelaksanaan Program TRI Musim Tanam
1984/ 1985. 1984. Bandung: Balai Informasi Pertanian Kayuambon, Lembang.
Proceedings
Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I Tahun 1984. 1984. Pasuruan: Offset BP3G
-Pasuruan.
Reksohadiprodjo,
S., et. al. 1986. Kebijaksanaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.
Sistem
Break Even. 1975. Yogyakarta: Liberty.
Soehardi,
S. 1979. Analisa Break Even. Yogyakarta: Liberty.
Suraehmad,
W. 1968. Research: Pengantar Metodologi ilmu Bandung: IKIP Bandung.
Survivaliadi.
1989. "Mengapa Petani Tebu Rakyat Tidak Semua Masuk TRI" . Harian
Berita Nasional No. 333, Tahun XLIII, 23 Oktober 1989, hal. IV.
Kolom 2 - 5.
Whitney.
F.L. 1960. The E1ementt of Research. Asian Eds. Osaka: Overseas Book
Co.
Wiriatnodjo,
B. et. al. 1984. Prosiding Pergulaan di Indonesia den Prospeknya di Mesa
Mendatang. Pasuruan: Offset BF3G Pasuruan.
Untuk mendapatkan file skripsi /
Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700
0 komentar:
Posting Komentar