UNDANG- UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIANA TINDAK PIDANA
TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada pertengahan bulan
Oktober tahun 2002 telah terjadi akasi terror berupa pengeboman di bali yang
telah memakan korban 184 orang. Bagi Indonesia ledakan bom Bali makin
menguatkan asumsi dunia bahwa di
Indonesia terdapat kelopok teroris. Sebelum perisatiwa ini Indonesia telah
dituding sebagai sarang teroris dengan banyaknyaaksi pengobaman berupa
pengeboman dutarumah besar Pilipina dan rumah- rumah peribadatan.
Kasus bom Bali telah memaksa
pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan PERPPU Antiteroris. Walaupun sebenarnya
PERPPU tersebut telah disiapkan setahun sebelumnya yakni pasca terjadi
pengebomam gedung WTC (World Trade Cernter) di New York tangal 11 September
2002.[1]. banyak
pihak yang meragukan PERppu tersebut, yang sekarang telah menjadi UU No 15/
2003. Keraguan itu diaggap wajar karena UU tersebut bersifat multiinterpretatif
dan terlalu banyak memberikan wewenang yang sangat besar terhadap Negara yang
berujung kepada ekses terjadinya pelanggaran HAM.[2] Beberapa
catatajn dalam UU No 15/ 2003 tersebut dipandang tepat mengundang keraguan
politik adalah dibidang perlindungan hak- hak sipil yaitu :
a.
Mengancam kebebasan pers dan
kebebasan mengemukakan pendapat. Pasal 20, misalnya, meyebut bahwa “…..tindakan
mengintimidasi erhadap penyidik….dsb.
tanpa pembatan apa yang dimaksud “inmidasi”, rumusan pasal ini adalah
pembatasan terhadap media massa ataupun mereka yang memberikan komentar atas
suatu proses hokum atas tindak pidana terorisme.
b.
Mengancam hak- hak individual
melalui tindakan penyadapan telepon, pengawasan buku bank dan seterusnya, yang
semata- mata berdasarkan laporan intelejen (pasal 26 ayat 2 dan pasal 30)[3]
c.
Mempelakukan ketentuanpidan
aterorisme berlaku surut ( retroactive).yan bertentangamn dengan hak sipil. Retroadtive hanya dimungkinkan terhadap
kejahatan HAM sebagamana diatur dalam konvensi in Geneva 1949.[4]
Sementara itu perdebatan
tentang terorisme terus bergulir pasca meledaknya bom di Bali. Pada satu titik
semuya orang sepakat bahwa terorisme adalah kejahatan kepada manusia. Namn pada
titik lain kemudian muncul pro dan kotra tentang siapa pelaku dan
dalangpeledakan bom tersebut.
Belum lagi perdebatan siapa
bom Bali usai, muncul perdeban yang tak kalah sengit terhadap siapa sebenarnya
pantas disebut sebagai teroris. Karena pada pasal 6 UU No 15/2003 ini
dijelaskan bahwa setiap orang dalam ketentuan undang- undang ini didefinisikan
sebagai seseorang atau korporasi. Sekarang bagaimana jika tindakan tersebut
dilakukan oleh Negara. Pertanyaan itu timbul di anggap wajar karena belum
adanya definisi yang jelas apa itu teroris walaupun ia memiliki indicator. Di sisi lain, aktifitas Negara sering juga
menimbulkan rasa takut, serta kerusakan dan kehancuan lingkungan hidup yang
sebenarnya merupakan salah sat indikasi tindakan terorisme.
Negaramempunyai kewajiban
untuk mencagah dan memerangi terorisme. Secara procedural, kewajiban ini
menimbulkan dilema antara keniscayaan diskresi kewenangan kepada institusi
Negara di satu pihak dan keharusan Negara untuk tetap melindungi hak- hak asasi
manusia warga sipil. Namun perlu diketahui, dalam dokumen HAM tentang hak- hak
sipil dan politik. (1966)ditonjolan betapa pentingnya alas an tetang yang
berdasarkan atas keamanan nasional (national
security).seanjutnya pembatasan juga dimungkinkanatas dasar daruratyang sah
(Officially Ptoclaimed public emergencis)
yang membahayakan ehidupan bangsa. Persyaratan ketat yang berkaitan dengan
kondisi darurat (exigencies of the tation)
anpa diskriminatif apapun.[5]
Perlu dicacat disini bahwa
hak- hak yang dapat dibatasi hanyalah hak- hak relative (derogable
right), sedangkan hak- hak absoluad (non-
Derogable Right), seperti hak untuk hidup, hak untuk tidakdisiksa, bebas
perbudakan,hak persamaan dalam hokum, kebebasan beragama, bebas dari berlakunya
hokum secara surut tidak dapat dibatasi sekalupn Negara dalam keadaan darurat.[6]
Demikian hak- hak sipil itu
begitu dihargai dan tidak dapat dibatasi walaupun dalam keadaan darurat. Tapi
walaupun demikian, denganterjadinya bom di Bali pemerintah mengeluarkan PERPPU
Antiteroris No 1 tahun 2002, yang sekarang telah menjadi undang- undang No 15
tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme. Walaupun demukian banyak pihak baik
dari akademisi maupun pengamat yang beanggaan undang- undang tersebut memiliki
potensi atas pelanggarang HAM yang dilakukan Negara oleh karena itu penulis
sangat tertarik untukmembahas undang- undang tersebut dari sudut HAM guna
merspon isu- isu yang berkembang dalam masyarakat. Diman penulis akan mencoba
mendifinisikan pasal- pasal yang bertetangan dengan HAM.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini,
penulis sengaja membatasi masalah agar lebih terfokus. Oleh karena itu penulis
hanya membahas masalah undang- undang No 15/2003 Tentang Tindak Pidana
Terorismedalam benuk mengidentifikasi pasal- pasal pidana forilnya yag memiliki
potensi untuk terjadinya pelanggara HAM.
C. Perumusan Masalah
Dalam pebahasan kali ini,
ada beberapamasalah yang sekiranya akan dijawab oleh peulis, yaitu :
1.
Apakah rumusan tindak pidana
terorisme dalam UU No 15/2003 tersebut telah sejalan dengan perlindungan HAM?
2.
Bagaiman pidana fomil UU No
15/2003 yang meliput penahanan, pengkapan, pemeriksaan bkti dan pemeriksaan di
bidang pengadilan jika dilihat dengan sudut pandang Hukum HAM?
D. Tujuan Penelitian
Sebelumnya dengan kajian
terhadap U No 15/2003 dari sudut Hukum HAM, maka tujuan peelitian ini adalah
untu mejawab permasalaha yang ada dalam prumusan masalah sebagai mana berikut :
1.
Untuk megetahui apa dan bagaimana rumusan UU
No 15/ 2003tentang Tindak Pidana
Terorisme yang sejalan dengan HAM.
2.
Untuk mengetahui bagaiman apidana
formil UU No 15/2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme jika dilihat dari HAM.
E.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis yaitu :
1.
Dari segi toritis
Hasil daripenelitian ini
diharpakan dapat menja.wab respon- respon yang berkembang di masyarakat tetang
UU tersebut dalam hokum HAM.
2.
Dari segi praktis
Hasil penelitian ini
diharpakan dapat menjadi masukan berupa pemerintah dan para akademis lainnya.
F.
Tinjauan Pustaka
Peristiwa terror dan
terorisme saat ini telah menjadi isu global. Faktaya terorisme telah menjadi
kejahatan lintas Negara yag terorganisasi rapi, professional dengan jaringan
yang luas sehingga telah menjadi kejahatan yang berspektrum internasional. Terorisme
ini tidak lagi dipandang sebagai kejahatan biasa, tetapi secara akademis telah
dikatagorikan sebagai kejahatanluar biasa (extra
ordinary crieme) bahkan dikatagorikan sebagai kejahatan terhadap
kemanusiaan (Crime Against Humanity)[7]
Per definisi, istilah
terorisme belm disepakati secara universal. Yang disepaki terorisme adalah aksi
atau tindakan kekerasan (viiolence)yang merusak (destructive). Terorisme hanya
dapat diketahui dari cirri- cirinya antara lain menghilangkan nyawa tanpa
memandang korban, menimbulkan kerugian antara harta benda, merusak dan
menghancurkan lingkungan hidup, objek- objek vital yang strategis, fasilitas
public atau fasilitas internasional. Oleh karena itu menurut Muladi, tindak
pidana terorisme dapat dikatagorikan sebagai mala per se atau mala in se, tergolong kejahatan terhadap
hati nurani. (crime against conscience),
sebab menjadi jahat bukan karena di atur tau dilarang oleh undang- undang,
tetapi pada dasarnya tergolong sebagai natural wrong atau acts wrong in them selves.[8]
Di samping itu, juga
tercakup ancaman terhadap kesatuan Negara, mengganti ideology dan dasar Negara,
melakukan gerakan persenjata secara sistematis dan terorganisasi serta
menghancurkan moralitas sehingga masyarakat menjadi bodoh dan tidak bisa
berfikir sehat terorisme memiliki cara yang khas
Yaitu penggunakan kekerasan secara sistematis untuk mencapai
tujuan politik. Metodenya adalah pemboman, pembajakan, pembunuhan,
penyanderaan, dan aksi kekerasan
bersenjata.[9]
Terorisme merupakan fenomena
yang sangat kompleks. Sebagai fenomena kekerasan, kaitan antara fenomena dan
aksi- aksi terror tidak dapat dirumuskan dengan mudah. Dalam resolusi dewan
keamanan PBB No 1378 tahun 2001 tentang memerangi terorisme internasional
maupun UU No 15/ 2003 tentang pemberantasan tindak pidana teriorisme tidak
terdapat rumusan dan batasan- batasan jelas tentang terorisme bahkan pengertian
terorisme itu hanya terbatas pada orang/ organisasi/ koorperasi saja beserta
indikasi- indikasinya.
Dalam UU No 15/ 2003 pasal 6
ada upaya mencoba member gambaran terorisme yang berbunyi “ setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan atau
ancaman kekerasan menimbulkan Susana terror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat missal, dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya
nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan ata kehancura
terhadap objek- objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas
public atau fasilitas internasional,dipidana dengan pidana mati. atau penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
20 (tahun). Memang indikasi- indikasi aksi terror secara langsung maupun, tdak
telah sedikit banyaknya telah mengancam hak asasi manusia.
Dalam dinamika kehidupan
bernegara, ada tiga hal yang tidak bisa dilepaskan dari konteks pembicaraan.
Pertama, masyarakat yang menjadi elemen pertama Negara. Kedua, Negara yang
menjadi institusi oganisasi berbagai kepentingan. Ketiga, adalah ekses yang muncul dari relasi
masyarakat dan Negara, dan ekses ini berwujud pada hak- hak asasi dari
individu- individu yang menjadi bagian dari masyarakat dan Negara.[10]
Negara adalah sebagai
pelindung utama dari pelaksanaan HAM yang dinikmati oleh warga Negara, karena
HAM adalah hak hokum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak- hak
tersebut bersifat universal dan dimiliki oleh setiap orang., kaya atuapun
miskin, laki- laki ataupun perempuan. Hak- hak tersebut mungkin saja dilanggar
tetapitidak pernah di hapuskan, dan HAM dilindungi oleh konstitusi dan hokum
nasional banyak Negara di dunia.[11]
Banyak Negara dengan dalih
melindugi HAM malah justru melanggar HAM itu sendiri. Karena HAM memang tidak
dapat dihapus karena ia melekat [pada setiap orang, tetapi pelanggaran HAM
sering kali terjadi tanpa disadari. Karena pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorag atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja
maupun tidak atau kelalaian yang secara melawan hokum mengurang, menghalangi,
membatsi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompojk orang yang dijamin oleh
undang- undang, dan, tdak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak memperoleh
penyelesaian hokum secara adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum yang
berlaku.[12]
G. Metode Penelitian
Adapun metode yang
diterapkan pada penulisan ini meliputi hal- hal sebagi berikut:
1.
Jenis penelitian
a.
Penelitian normative dengan
enggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
b.
Penelitia ini bersifat
kepustakaan murni, di mana data dan informasi dikumpulkan dan berbagai
literatur buku, dokumen, majalah, artikel dan catatan- catatan lainnya.
2.
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan dat ang dipakai untuk penelitian ini adalah metode
dokumentasi yang meliputi[13]:
Bahan objek primer dalam penelitianini adalah kebijakan pemerintah berupa
UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Adapun data yang diperlukan
untuk meganalisis bahan primer adalah undang- undang yang menyangkut hak asasi
manusia dan keterangan yang diperoleh yang berupa dokumen- dokumen, artikel dan
buku- uku tentang HAMdan terorisme.
3.
Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data ini penulis menggunakan metode analisis normative
kualitatif yaitu analisisuntk mengungkapkan dan memahami kebenaran yang
diperoleh dari hasil pengamatan dan persyaratan dari sejumlah akademisi dan
pengamat dalam bentuk tulisan- tulisan yang terdapat dalam buku- buku dan
arikel- artiel.[14]
H. . Sistimetika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini,
penulis membagi pokok masalah secara terperinci yang terdiri dari empat bab,
dari bab ini terdiri dari beberapa sub- sub yang disusun sebagai berikut:
Bab pertama adalah
Pendahuluan yang berisi dari: latar belakang masalah, perumusan masalah yang
berisikan bagimana dan apa itu terorisme dan pengertian HAM beserta aspek-
aspek di dalam dan bagaimana UU No 15/2003 dalam pandangan Hukum HA, tujuan
penelitian dan metode penelitian.
Pada Bab Kedua penulis
memmbahas pengertian tentang terorisme serta aspek- aspeknya, serta membahas
apa yang dimaksud dengan tindak pidana dan bagaimana pidana foril yang sesuai
dengan hokum HAM yang melipui hak- hak terdakwa/ ersangka diantaranya penangkapan,
penyidikan, penahanan dan pemeriksaan bukti- buktidan lain- lain
Bab Ketiga, Pada bagian ini
penulis mecoba mengidentifikasi pasal- pasal krusial yang memiliki potensi akan
terjadinya pelanggaran HAM dalam pidana formil UU No 15/2003 dan menganalisanya
dengan tujuan HAM.
Bab keempat berisi penutup
kesimpulan dan saran-saran serta lampiran.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiharjo, Meriam, Dasar- Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta
1993
Baehr,Peter, at. Al, InstrumenInternasional pokok ak- hak asasi
manusia, Yayasan Obor: Jakarta, 2001, hal 129
Chazawi, Adami, Pelajatan
hukum Pidana I, Raja Grafindo, jakarta 2002
Fatwa, AM, Terorisme dan
bahaya hijau, Republika 30 November 2002, hal V
Harahap, Yahya, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyelidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, jakarta 2002
---------, pembahasan
Permasalahandan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,
Kasasi dan peninjauan Kembali , Sinar Grafika, Jakarta 2002
Hamza, Andi, Bunga
Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1986
Loqman, Loebby, Delik
Politik Di Indonesia, IND-Hill, Jakarta 1993
Lilich, B Richard, hak-
Hak Spil, BKBH, UMS. 2001
Marpaung, Leden, unsur-
Unsur yang dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta. 1991
Moeljatno, Asas- asas
Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta 1983
Muladi, HAM, politik dan
sistem peradilan pidana, Undip : Semarang, 1997, hal. XII
Prodjodikoro, wirjino, Asas-
asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco Jakarta 1981
Prakoso, Djoko, Kejahan-
Kejatan yang merugikan dan membehayakan negara,bina aksara,jakarta 1987
Poernomo, Bambang, Asas-asas
hukum Pidana, Ghalia, Jakarta 1976
Parthiana, Wayan, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju , Bandung 1990
DAFTAR
PUSTAKA HANYA SEBAGIAN
Untuk mendapatkan file skripsi /
Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700
0 komentar:
Posting Komentar