Selasa, 02 Oktober 2012

T-07 Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Kognitif Dan Efetif


Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Kognitif Dan Efetif Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas V SD Negeri Di Kecamatan Polokarto Sukoharjo

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Di Indonesia banyak realitas menunjukkan masih rendahnya mutu pendidikan yang tidak sebanding dengan biaya dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat, khususnya untuk pendidikan matematika tetap rendah (Marpaung, 2002). Sesuai dengan hal tcrsebut realitas lain menunjukkan bahwa kcmampuan siswa dalam pelajaran mateniatika di Sekolah Dasar (SD) masih rendah. Dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, prestasi siswa dalam bidang studi matematika selalu lebih rendah. Skor rata-rata sccara nasional untuk matematika sering di bawah 5. Seperti yang dikemukakan oleh Mendiknas bahwa meskipun Indonesia masuk dalam kategori 10 besar dalam ajang kompetisi Internasional seperti Olimpiade Matematika dan 1PA namun prestasi siswa di Indonesia masih memiliki kualitas rendah. (http://www.investor.indonesia.com/baru/dispalynews).
Hal ini juga bisa dilihat salah satunya adalah prestasi Ujian Nasional selama kurang lebih dua puluh tahun terakhir, rata-rata untuk SD kurang dari 6, SMP sekitar4,7 dan SMA sekitar 4,7 (Marpaung, 2005). Demikian halnya dapat dilihat dari rendahnya nilai rata-rata Ujian Akhir siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2002/2003 untuk mata pelajaran matematika 5,12. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan nilai rata-rata mata pelajaran yang lain termasuk paling rendah.
Kenyataan semacam itu harus dikaji secara cermat melalui komponen- komponen penting dalam pendidikan yang berkaitan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terlibat di dalamnya antara lain proses belajar mengajar, kualitas pengajarannya, kurikulum, fasilitas pendidikan dan manajemen organisasi pendidikan termasuk kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam mencapai keberhasilan pendidikan di sekolah, ada beberapa unsur yang saling berhubungan, yaitu siswa sebagai pihak belajar, guru sebagai pihak pengajar dan sekolah sebagai pihak penyelenggara program pendidikan. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas dari keberhasilan guru dalam mengajar dan keberhasilan sekolah yang bertindak sebagai pihak penyelenggara program pendidikan.
Keberhasilan proses belajar mengajar siswa tidak hanya dilihat dari kemampuan kognitif saja, tetapi juga pada aspek afektif. Penilaian aspek kognitif menitik beratkan pada operasi intelektual siswa sedangkan aspek afektif menitikberatkan pada sikap dan nilai-nilai yang dipunyai siswa. Dalam kenyataannya, kedua kemampuan tersebut yaitu kognitif dan afektif untuk pelajaran matematika tergolong rendah. Kemampuan kognitif dapat dilihat dari rendahnya nilai rata-rata mata pelajaran matematika sedangkan kemampuan afektif dapat dilihat dari kurangnya semangat, motivasi dan minat belajar siswa juga sikap takut atau tidak suka pada pelajaran matematika. Dengan kondisi tersebut, guru harus melakukan refleksi atas proses pembelajarannya. Jika kadar kemampuan afektif para siswa mcnurun, maka terdapat indikasi bahwa proses pembelajaran yang telah berlangsung kurang menarik, tidak sesuai dengan jondisi siswa sehingga guru perlu melakukan perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan. Dalam mengajar guru berusaha menggunakan pembelajaran yang tepat dan dianggap sesuai dcngan kondisi, situasi dan tujuan yang ingin dicapai agar materi yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh siswa, tetapi pada kenyataannya kadang belum tercapai apa yang menjadi tujuan.
Di dalam proses belajar mengajar, guru sebagai subyek yang mengajar harus berusaha agar apa yang disampaikan dapat diterima atau dipahami oleh siswa dan siswa sebagai obyek yang diajar harus aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Di antara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik jika di antara keduanya terdapat interaksi yang baik antara guru dan siswa. Agar interaksi antara guru dengan siswa dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya pembelajaran yang tepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang memuaskan.
Kenyataannya dalam proses belajar mengajar tidak semua siswa mempunyai prestasi belajar yang baik khususnya mata pelajaran matematika, padahal dalam mengajar guru memperlakukan sama antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu ada faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di luar proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Ada beberapa faktor yang berasal dari dalam diri siswa di antaranya : kemampuan awal, kecerdasan, perkembangan, minat, motivasi diri dan tingkat kedisiplinan. Sedangkan faktor dari luar siswa di antaranya : pembelajaran yang digunakan, lingkungan sekitar dan fasilitas belajar.
Pada umumnya pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pelajaran matematika di sekolah adalah pembelajaran konvensional, yang cenderung berjalan searah, berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa dalam belajar mengajar sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami konsep atau materi yang diberikan. Dalam pembelajaran konvensional, guru langsung me yampaikan materi pelajaran, siswa hanya mendengar dan mencatat penjelasan guru. Siswa hanya akan mengingat materi yang ada dengan menghafal bukan memahami, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan mudah terlupakan. Obyek matematika yang abstrak ditambah dengan kondisi psikologis siswa yang masih berada pada tahap berfikir kongkrit, sangat membutuhkan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh dari guru. Tidak dapat dipungkiri banyak topik matematika yang tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari atau dunia nyata sehingga bersifat abstrak dan membuat motivasi anak belajar matematika kurang.
Guru matematika sebaiknya dalam proses belajar mengajar berusaha mengurangi sifat abstrak dari obyek matematika, sesuai dengan tingkat perkembangan penalaran siswa, sehingga memudahkan siswa mempelajari dan memahami pelajaran matematika di sekolah. Pembelajaran matematika hendaknya diupayakan agar konsep-konsep yang diajarkan dikembalikan ke dalam model- model nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, terutama keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, serta pembelajaran yang dapat mengurangi sifat abstrak dari materi.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pembelajaran matematika realistik, yang mengkaitkan pengalaman kehidupan sehari-hari dan hal yang nyata dari siswa dengan konsep matematika yang dipelajari. Dalam pembelajaran matematika realistik mengajak siswa dan guru aktif, menyajikan permasalahan yang realistik atau kontekstual dan guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah secara mandiri serta pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan.
Di samping itu, dalam pembelajaran matematika juga harus memperhatikan salah satu faktor internal dari siswa yaitu kemampuan awal. Pembelajaran akan berhasil dengan baik bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh peserta didik, baik pengetahuan dan tingkah laku dalam arti luas prasyarat bagi bahan pembelajaran berikutnya. Apabila siswa mempunyai kemampuan awal mengenai materi yang disampaikan, maka ia akan lebih cepat memahami konsep-konsepnya dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal tentang materi tersebut, karena di dalam pelajaran terutama matematika terdapat prasyarat tertentu yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengikuti materi tertentu dengan mudah.

B.      Idcntifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1.       Hasil belajar matematika pada umumnya berfokus pada produk saja, sehingga hasil proses kurang mendapat porsi yang semestinya.
2.       Aspek afektif yaitu sikap, minat dan motivasi siswa untuk mempelajari matematika masih rendah.
3.       Sebagian besar guru masih menggunakan pola pembelajaran konvensional, yaitu menjelaskan materi, memberi contoh soal selanjutnya memberikan latihan soal, kadang pada akhir materi diberikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari merupakan permasalahan penerapan.
4.       Penerapan  pembelajaran  konvensional  mengakibatkan  pembelajaran matematika kurang menarik bagi sebagian besar siswa. sehingga siswa kurang bersemangat, malas bahkan terdapat siswa yang sama sekali tidak tertarik dengan pelajaran matematika.
5.       Sebagian guru kurang memperhatikan tingkat pemahaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa yang berbeda yaitu kemampuan awal sebagai landasan atau dasar-dasar dalam belajar hal-hal baru
C.      Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu, biaya dan tenaga dalam penelitian ini, serta agar penelitian ini lebih mendalam, penelitian ini dibatasi pada penerapan pembelajaran matematika realistik terhadap kemampuan kognitif dan afektif siswa kelas V SD ditinjau dari kemampuan awal siswa.

D.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.       Apakah pembelajaran matematika realistik memberikan rataan kognitif dan afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran matematika secara konvensional ?
2.       Apakah kemampuan awal siswa yang tinggi memberikan rataan kognitif dan afektif yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan awal siswa yang lebih rendah ?
3.       Apakah pembelajaran matematika realistik memberikan rataan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran matematika secara konvensional ?
4.       Apakah pembelajaran matematika realistik memberikan rataan afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran matematika secara konvensional ?
5.       Apakah kemampuan awal siswa yang tinggi memberikan rataan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran matematika secara konvensional ?
6.       Apakah kemampuan awal siswa yang tinggi memberikan rataan afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran matematika secara konyensional ?
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. 1992. Pengelolaan Pengajaran Pendidikan. Jakarta Rineka Cipta.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.
_______. 2004. Statistika Dasar unliik Penelitian. Surakarta : IJNS Press.
_______. 2006a. Penggunaan SPSS Untuk Melakukan Analisis Variansi Kumpulan Makalah Pcrkuliahan Pascasarjana : Universitas Sebelas Maret Surakarta.
_______, 2006b. Asesmen Aspek Afektif dun Psikomotor. Kumpulan Makalah Perkuliahan Pascasarjana: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Daryanto. 1983. Tujuan Metode dan Satuan Pelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.
Dick dan  Carey.   1990.  Kemampuan Awal Dalam Proses  Belajar www.dcpdiknas.go.id/jurnal/38/editorial
Djago Tarigan. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragrnatik. Bandung : Angkasa-
Djoko Waliadi. 1989. Dasar-dasar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. (www.depdiknas.go.id)
Gagne. R M. 1977. The Condition of learning. New York : Hort Rinehart and Winston.
DAFTAR PUSTAKA HANYA SEBAGIAN
Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700

0 komentar:

Posting Komentar