PENGARUH
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
TERHADAP INTENSITAS RETRIBUSI
DI KABUPATEN KLATEN
TERHADAP INTENSITAS RETRIBUSI
DI KABUPATEN KLATEN
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Persoalan mengenai otonomi daerah di negara kita sudah menjadi bahan
pertimbangan dari masa ke masa, namun hingga sekarang masih tidak
bosan-bosannya untuk memperdebatkannya. Perbincangan tentang otonomi daerah itu
biasanya muncul dalam pendapatan politik pada berbagai forum resmi dan tidak
resmi, sehingga seseorang sering menilai persoalan mengenai otonomi ini sebagai
suatu isu politik. Dan' segi hukum persoalan mengenai otonomi daerah muncul
dalam perdebatan ilmiah dalam rangka mencari suatu konsep ilmiah mengenai
otonomi. Perdebatan pendapat sering muncul karena ada perbedaan sudut pandang
di kalangan para pembahasnya.
Perkembangan mengenai konsep otonomi daerah di negara kita masih belum
final dan rampung. Muncul konsep mengenai "otonomi nyata dan bertanggung
jawab" sebagaimana yang diperkenalkan oleh Undangundang No.5 Tahun 1974
yang asli ekonomi di negaranya. Terlepas dari persoalan apakah ada perbedaan
prinsip antara konsep otonomi daerah seperti yang dikemukakan oleh
undang-undang No.5 Tahun 1974 (Abdurahman, 1997: 1).
Undang-undang No.5 Tahun 1974 telah meletakkan kerangka dasar tentang
otonomi daerah yang menjadi sendi utama dari pelaksanaan pemerintah daerah,
kerangka ini baru menyangkut prinsip-prinsipnya saja. Untuk penerapannya secara
operasional maka perlu dikembangkan melalui konsep ilmiah untuk mana diperlukan
adanya suatu pengkajian mengenai otonomi daerah yang prinsip-prinsipnya sttdah
dituangkan dalam Undangundang No.5 Tahun 1974.
Menyusun suatu konsep ilmiah mengenai otonomi nyata, dinamis dan
bertanggung jawab bukanlah suatu hal yang mudah. Persoalan mengenai otonomi
bukanlah persoalan yang berdiri sendiri. Masalah otonomi mempunyai banyak segi
bukanlah berbagai aspek kehidupan manusia, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya. Karena masalah ini dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan secara mana disiplin saja tidak akan dapat menjawab permasalahan
secara tuntas, sehingga diperlukan adanya pendekatan yang bersifat
multidisipliner (Abdurahman, 1987: 2).
Adanya daerah otonomi adalah sebagai wujud pelaksanaan asas
desentralisasi. Diawali dengan ditetapkannya Undang-Undang No.5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, yang pada perkembangannya diganti
dengan Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, perubahan ini
perlu untuk menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Namun demikian pada dasarnya
dalam otonomi daerah tercakup adanya pemberian kewenangan pemerintahan kepada
daerah untuk mengatur rumah tangga sendiri serta dengan pertimbangan keuangan
pusat dan daerah, mengakibatkan peran masyarakat dengan memperhatikan potensi
daerah yang beraneka ragam.
Agar daerah otonomi dapat mengurus rumah tangganya sendiri, maka
kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Mengingat bahwa tidak
semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah otonomi, maka daerah
otonomi diwajibkan untuk menggali sumber keuangannya sendiri berdasar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintahan daerah otonomi
dapat merencanakan anggaran pendapatan dan belanja daerahnya sendiri sesuai
dengan kebijaksanaan serta inisiatifnya sendiri dalam menyelenggarakan urusan
rumah tangganya.
Keadaan inilah yang menyebabkan perlu dilakukannya suatu upaya untuk
menggali potensi-potensi keuangan daerah sebagai kendala-kendala peningkatan
pendapatan daerah bagi pembiayaan pembangunan. Proporsi pendapatan ash daerah
sendiri_ (PADS) haruslah melebihi subsidi pemerintah untuk menjamin kualitas
otonominya. Salah satu langkah yang ditempuh adalah menentukan pos penerimaan
PADS yang potensial serta memberikan kontribusi terbesar di antara penerimaan lain.
Pembangunan
daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan
prinsip ekonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan
kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas kolusi, korupsi,
dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem
pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat sebagai daerah otonom.
Daerah mempunyal kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan
kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partsipasi
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,
1987, Beberapa Pemikiran tentang Otonomi daerah, : PT. Media Sarana Press.
Anoni m,
1983, Undung-Undang Ni.5 tahun 1974 tentang pokok -pokok pemerintahan daerah,
Semarang : Aneka Ilmu.
Anonim, 1997,
undang- undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta
: PT. Rineka Jaya.
Anonim, 1999,
Undang-Undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pokok pokok Pemerintah di Daerah, Semarang
: Aneka Ilmu.
Ateng
Syafl'urudin, 1988, Pasang Surut Otonorni Daerah, Bandung, Bina Cipta.
Devas, Nick, dkk. 1989, keuangan pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta
: UI Press.
Djanyanto,
PS. dan Pengestu S, 1993,statistik Induktif Yogyakarta : BPFE, UGM.
Kurnaeti,
1994, Luju Perkembangan retribusi dan pangan terhadap pendapatan Asli Daerah di Tasikmalaya, Purwokerto,
Skripsi FE UNSOED.
Samudra,
Azhari. 199-5, Perpajakan di Indonesia, keuangan pajak dan retribusi daerah .,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Ciptc.
Soetrisno,
PH, 1981, Uusur-unsur keuangan negara, Yogyakata, BPFC, UGM.
Sutrisno
Hadi, 1985, Altetczdolgi Research, Yogyakarta, Yayasan Penerbit Fakultas
Psikolok di UGM.
Widjaja A.W,
1997, Titik berat otonomi pada Daerah Tingkat II, Jakarta Rajawali
Press.
Untuk mendapatkan file skripsi /
Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700
0 komentar:
Posting Komentar