PTK SD 073 : Meningkatkan Kemampuan Memahami Perkalian Cara Susun Pada Siswa Kelas IV SDN Sukamulya II Dengan Metode Demontrasi dan Upaya Memotivasi Siswa Dalam Pembelajaran Kepahlawanan dan Patriotisme Tokoh - Tokoh di Lingkungan Anak Melalui Pemberian Penguatan Verbal dan Non Verbal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Mata Pelajaran Matematika
Masalah rendahnya mutu sekolah sudah sangat sering
dikeluhkan masyarakat. Hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur
yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu
sekolah dipandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru.
Orangtua melihat sekolah, terutama dilihat mutu gurunya. Sebab mutu
guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula. Sebagian
besar guru dianggap mutunya rendah.
Sesungguhnya mutu sekolah bukan saja masalah yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang dan juga bukan soal dana. Meskipun Amerika
Serikat (AS) membelanjakan sekitar separuh dari pendapatannya untuk
pendidikan, tetapi mutu pendidikannya kalah dari Jepang dan Jerman yang
mengeluarkan biaya pendidikan tidak sebanyak AS. Dalam penyelenggaraan
pendidikan, AS cenderung untuk membelanjakan sebagian besar uang untuk
sarana dan administrasi, sementara untuk gaji guru relatif kecil.
Sebaliknya Jepang dan Jerman, mengeluarkan sebagian besar biaya untuk
gaji guru, sementara bangunan/sarana dan administrasi dibuat lebih
sederhana tidak sementereng AS.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman di negara-negara maju itu, di
mana kebutuhan minimal sarana dan fasilitas pendidikan telah relatif
terpenuhi, nampak bahwa investasi biaya pendidikan melalui peningkatan
kesejahteraan (gaji) guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui
penyediaan sarana. Di negara kita memang agak lain persoalannya,
banyak sekolah yang kebutuhan minimal sarana pendidikan saja juga belum
terpenuhi.
Masalah pengelolaan dan administrasi biaya pendidikan kita
terletak pada masih rumitnya prosedur pembiayaan, mulai dari
perencanaan sampai pada proses pengelolaannya. Kerumitan itu menyangkut
mata rantai birokrasi atas-bawah (vertikal) maupun hubungan
antarinstansi satu dengan lainnya (horizontal).
Walaupun otonomi sekolah sudah mulai menampak, namun masih terasa
ganjalan-ganjalan dalam proses perencanaan, prosedur pengelolaan, dan
distribusi anggaran pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah. Namun
demikian, dengan berjalannya otonomi daerah, maka pengelolaan
pendidikan mulai beralih ke Kabupaten atau Kota.
Dengan bercermin pada pengalaman negara-negara maju, maka dilihat
dari segi pelakunya, persoalan mendasar dari mutu pendidikan adalah
kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek material dan
nonmaterial. Yang nonmaterial misalnya kemudahan naik pangkat, suasana
kerja yang sejuk, dan perlindungan hukum.
Adapun yang termasuk kesejahteraan material adalah gaji,
tunjangan, dan insentif lainnya. Aspek material, khususnya gaji inilah
yang harus secara jujur diakui masih minim. Kenaikan gaji cenderung
hanya upaya mengimbangi laju inflasi. Akibatnya secara riil daya beli
para guru umumnya tidak banyak meningkat.
Walaupun secara langsung tidak berpengaruh terhadap kualitas
guru, tetapi gaji guru dan mutu pendidikan memang tak terpisahkan. Di
negara-negara lain yang mutu pendidikannya telah lebih tinggi, misalnya
seperti tetangga kita di Malaysia, mengajarkan kepada kita bahwa memang
prestasi kerja merupakan fungsi dari imbalan. Makin tinggi imbalan,
makin tinggi kesungguhan, komitmen, dan produktivitas kerja, serta
semakin kecil tindakan indisipliner.
Belajar dari negara-negara yang mutu pendidikannya lebih tinggi
itu pula, mereka berani menyediakan sekitar seperempat lebih
anggarannya untuk sektor pendidikan. Dan dari jumlah itu, sebagian
besar adalah untuk kesejahteraan guru. Jika gaji guru meningkat, maka
akan meningkat pula status guru, sehingga mampu menarik calon-calon
guru yang berkualitas. Bukan hanya calon kelas dua atau tiga seperti
yang masuk ke pendidikan guru sampai saat ini.
Lembaga pendidikan guru (misalnya FKIP), bukanlah idola calon
mahasiswa atau orangtua. Sebab, dalam masyarakat yang cenderung melihat
kemampuan ekonomi sebagai ukuran status sosial, status guru dipandang
"kurang baik" karena pendapatannya rendah. Karena itu jabatan guru
tidak menarik minat banyak orang dan juga tidak menarik bagi
putra-putri terbaik bangsa.
Sampai saat ini, mereka yang berminat menjadi calon guru,
terutama dari keluarga kurang mampu atau kurang mampu pula secara
akademis. Mereka memilih FKIP dengan harapan bisa kuliah dan kemudian
bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Namun kenyataannya, masih
banyak lulusan FKIP yang tidak dapat diangkat lantaran kemampuannya
juga rendah. Dan lebih ironis pula karena banyak lembaga-lembaga
pendidikan yang justru mengangkat lulusan fakultas murni untuk menjadi
tenaga guru lantaran kemampuannya dianggap lebih.
Semakin sempitnya kesempatan untuk diangkat menjadi guru,
menyebabkan kualitas dan kuantitas yang masuk lembaga pendidikan guru
juga merosot. Konsekuensinya mutu lulusan atau calon guru yang
dihasilkan merosot pula. Akibatnya mutu pendidikan di negeri ini akan
terus merosot pula.
Melihat kondisi pendidikan kita saat ini, tidak banyak yang
dilakukan dalam usaha menarik minat calon bermutu memasuki lembaga
pendidikan guru selama faktor status guru tidak dapat diubah atau
diperbaiki. Menaikkan pandangan terhadap profesi guru amat terkait
dengan kemampuan keuangan pemerintah, mengingat pada waktu ini sekolah
terutama dikelola pemerintah.
Barangkali anggapan-anggapan yang kurang menguntungkan bagi
pendidikan guru seperti di atas yang menyebabkan calon guru kurang
memiliki motivasi yang kuat. Lebih parah lagi sebagian yang dididik
sebagai calon guru sekarang sebenarnya tidak ingin menjadi guru. Oleh
karena mereka tahu bahwa profesi guru tidak memberikan kesempatan
kepada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh harta kekayaan yang
banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas. Oleh karena itu
sampai saat ini profesi guru dirasa sebagai kerja paksa, artinya
terpaksa jadi guru karena bidang lain tidak bisa menampungnya. Tetapi
kerja paksa juga bisa diartikan, kerja keras tetapi gajinya kecil. Di
masyarakat yang gandrung pada pemenuhan kebutuhan materi, kedudukan
atau pekerjaan guru kurang memperoleh nilai tinggi. Sebab, walaupun
tugas guru itu mulia, namun tidak memberi keuntungan materi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka agaknya repot bagi pendidikan
guru untuk menangkis serangan atau kritik tentang mutu lulusannya.
Masyarakat mengeluh anak-anaknya diajar oleh guru yang kurang bermutu.
Di sisi lain, LPTK mengkhawatirkan semakin merosotnya minat calon
mahasiswa yang ingin menjadi guru. Keluhan masyarakat dan kekhawatiran
perguruan tinggi tersebut pada akhirnya beralamatkan kepada pemerintah
juga.
Sampai sekarang jawaban yang memuaskan terhadap permasalahan guru
dan mutu pendidikan masih dicari dan diupayakan. Mungkin bisa dicoba
untuk membatasi jumlah masukan ke pendidikan guru sebatas jumlah
minimal program studi masih bisa memenuhi syarat. Jika masukan sudah
amat terbatas, maka lulusan juga amat terbatas, sehingga jumlah pencari
kerja di bidang pendidikan makin berkurang, sampai pada suatu titik di
mana terdapat kekurangan guru lagi. Sedangkan yang ada sekarang
mudah-mudahan dalam jangka waktu tertentu bisa diangkat, walaupun
sebagai guru bantu.
Sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk
memperbaiki mutu sekolah, namun hasilnya belum optimal. Sejauh gaji
guru masih relatif rendah, tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu
pendidikan. Di situlah titik kelemahan pendidikan kita, sehingga mutu
sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu, jika kita benar-benar mau
meningkatkan mutu sekolah, maka system penggajian guru secepatnya
diperbaiki.
Dengan demikian untuk menciptakan potensi guru yang baik, maka harus
diadakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme keguruan, karana hal
ini sangat menunjang bagi pelaksanaan proses pebbelajaran yang baik.
Maka dari itu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang didasarkan pada desain kajian seorang guru
agar bias diterima siswa yang nantinya akan menciptakan suasana
pembelajaran yang baik. Apabila siswa sudah bias menerima pembelajaran
yang guru sampaikan, dengan demikian proses pembelajaranpun akan
diikuti dengan baik. Maka dari itu tentunya hasil belajarpun akan
meningkat.
Dengan melihat paparan yang sudah dijelaskan tersebut di atas, serta
melihat perolehan hasil belajar matematika SDN Sukamulya II Kec.
Pangatikan Kab. Garut di Kelas IV yang masih jauh dari hasil belajar
yang sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu dengan perolehan hamper 60
% siswa mendapatkan hasil belajar yang masih kurang. Dengan demikian,
penulis mencoba melakukan penelitian terhadap siswa terhadap mekanisme
belajar mengajar yaitu dengan menggunakan kajian meningkatkan kemampuan
memahami perkalian cara susun pada siswa kelas IV SDN Sukamulya II
dengan metode demontrasi .
2. Mata Pelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan denganisu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran
IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui
mata pelajaran IPS,peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan
menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu
mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS
dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
analisis terhadap kondisi social masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju
kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman
yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Adapun tujuan mata pelajaran IPS yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
social.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu
bidang studi yang rumit, karena ruang lingkupnya sangat luas dan
merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, ekonomi,
sejarah, sosiologi, dan antropologi. IPS memfokuskan perhatiannya pada
peranan manusia dalam masyarakat terutama dalam situasi global saat
ini.
Dalam implimentasi pembelajaran guru sebagai praktisi
melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran
konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran,
peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada
pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan
analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan
perbaikan-perbaikan.
Dalam
rangka mencapai harapan seperti itulah dalam kegiatan belajar ini
dikemukakan salah satu alternatif dari segi perencanaan, yaitu dengan upaya
memotivasi siswa dalam pembelajaran kepahlawanan dan patriotisme
tokoh-tokoh di lingkungan anak melalui penguatan verbal dan non verbal.
Dengan menggunakan metode ini diharapkan siswa dapat termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran dengan baik dengan tujuan meningkatkan volume
pembelajaran. Dengan demikian proses pembelajaran diharapkan sesuai
dengan apa yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang masalah tersebut
di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Mata Pelajaran Matematika
1). Bagaimana cara meningkatkan kemampuan memahami perkalian pada siswa ?
2). Bagaimana cara meningkatkan proses pembelajaran matematika ?
3). Bagaimana cara meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika?
2. Mata Pelajaran IPS
1). Bagaimana cara memotivasi siswa dalam pembelajaran kepahlawanan agar pembelajaran bisa dipahami secara merata ?
2). Bagaimana cara meningkatkan proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS ?
3) Apakah pemberian penguatan verbal dan non verbal dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mata pelajaran IPS ?
DAFTAR PUSTAKA
Andayani. (2009). Pemantapan Kemampuan Propesional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Bruner, J. (1978). The Process of Educational Technology. Cambridge : Harvard University.
Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque, USA : Brown Communications, Inc.
Sumantri, Mulyani. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tim TAP FKIP. (2009). Panduan Tugas Akhir Program Sarjana FKIP. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wahyudin, dinn. (2007). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Weton, D. A and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World. Boston : Houghton Mifflin Coy.
Untuk mendapatkan file lengkap hubungi/ sms ke HP. 089 679 540 116
0 komentar:
Posting Komentar