PTK SD 057 : Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan Metode Pembelajaran Jigsaw dalam Meningkatkan Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam Konsep Organ Tubuh Manusia dan Hewan Pada Siswa Kelas V di Sekolah Dasar Negeri Kemasan 1 Serengan Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu dan kemajuan teknologi memerlukan sumber daya manusia
yang berkualitas agar mampu bersaing dengan bangsa lain. Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan setiap bangsa dalam
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Peningkatan mutu pendidikan menjadi
salh satu factor yang sangat penting kaitannya dengan upaya
meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan suatu sistem yang
di dalamnya terdapat beberapa komponen yang menjadi satu kesatuan
fungsional yang saling berinteraksi, bergantung, dan berguna untuk
mencapai tujuan. Komponen itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, anak
didik, lingkungan pendidikan dan alat pendidikan. Kelima komponen
pendidikan tersebut, akan terimplementasikan dalam proses pembelajaran,
yaitu aktivitas belajar mengajar. Seseorang dikatakan telah belajar
apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dari tidak tahu
menjadi tahu yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sekolah dasar sebagai penggal tertama pendidikan, seyogiyanya dapat
memberikan landasan yang kuat untuk tingkat selanjutnya. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 3 menyatakan sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakal mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian sekolah dasar harus memberikan bekal kemampuan dan
keterampilan dasar strategis sejak kelas-kelas awal. Upaya meningkatkan
mutu pendidikan dasar ini tidak dapat ditunda-tunda lagi terutama dalam
peningkatan mutu proses pembelajaran Sekolah Dasar di era globalisasi.
Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan dasar yang tidak lagi
semata-mata berfungsi sebagai sarana sosialisasi anak didik, melainkan
sejak dini sudah harus menumbuhkan secara potensial menusia Indonesia
yang kelak mampu menjadi agen pembaharuan. Fungsi Sekolah Dasar tidak
semata-mata menjadikan keluarannya melek huruf dalam arti melek
teknologi dan melek pikir.
Sesuai dengan tujuan pendidikan, maka tujuan pembelajaran di sekolah
dasar menginginkan agar siswanya memiliki pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, serta sikap dan nilai yang sesuai dengan tujuan pendidikan
secara menyeluruh mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut guru perlu memahami tugas dan tanggung
jawabnya. Menurut Amstrong (Nana Sudjana 2002:15) dinyatakan bahwa guru
mempunyai lima tanggung jawab, yaitu: 1) dalam proses pembelajaran, 2)
dalam memberikan bimbingan siswa, 3) dalam mengembangkan kurikulum, 4)
dalam mengembangkan profesi, dan 5) membina hubungan dengan masyarakat.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar bertujuan agar
siswa mampu meningkatkan kesadaran akan tugas harian, kebanggaan
nasional dan kebebasan serta kekuatan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memahami konsep IPA beserta kaitan ya dan melalui IPA siswa
diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan,
serta sikap dan nilai yang ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
mengenai alam sekitar.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran yang di dalamnya siswa bekerja dalm kelompok-kelompok kecil
untuk membantu satu sama lain dalam belajar dan dihargai atas prestasi
kolektif mereka (Slavin 1995:2; Cruickshank, Bainer, dan Metcalf,
1995:205). Pembelajaran kooperatif bukan merupakan hal baru dalam
pendidikan. Banyak metode pembelajaran kooperatif yang telah
dikembangkan oleh para pakar. Sebagai contoh adalah metode Student Team-Learning yang terdiri atas STAD (Student Teams Achivement Divasions), TGT (Teams-Games-Tournament), Jigsaw II, LT (Learning Together), GI (Group Investigations) (Slavin 1995:7-8); TAI (Team-Assisted-Individualization) dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (Slavin 1997:285-286); serta Structural Approach yang dikembangkan oleh Spencer Kagan.
Guru seharusnya bisa menumbuhkan semangat untuk belajar didalam kelas.
Terjadinya komunikasi yang intensif antara siswa dengan guru akan
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Proses dikatakan bermutu
tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input
sekolah yang berupa guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dan hal-hal
lainnya dapat dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi berprestasi, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Dalam proses pembelajaran IPA yang diterapkan di sekolah dasar siswa
cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya yang harus
dihafalkan, sehingga siswa menjadi malas dan bosan. Kondisi yang
demikian membosankan dalam diri siswa pada akhirnya akan menyebabkan
motivasi berprestasi rendah dan mempengaruhi kompetensi belajar menjadi
rendah. Untuk menciptakan suasana agar siswa lebih aktif belajar
diperlukan kemauan dan kemampuan guru dalam mengambil keputusan yang
tepat dengan situasi belajar yang diciptakan dan mempertimbangkan
kondisi pengajaran yang diprediksi dapat mempengaruhi pencapaian
kompetensi belajar. Selain itu diupayakan suatu metode yang mengarah
pada pengembangan berfikir logis, sikap yang kritis dan kepekaan siswa
terhadap lingkungan sendiri sampai terluas.
Untuk mendesain kegiatan pembelajaran yang dapat merangsang hasil
belajar yang efektif dan efisien dalam setiap materi pelajaran
memerlukan metode penyampaian yang tepat dan pengorganisasian materi
yang tepat. Metode pembelajaran hendaknya berprinsif pada belajar aktif
sehingga dalam proses belajar dan perhatian pembelajaran utama ditujukan
kepada siswa yang belajar, oleh karena itu guru harus dapat menggunakan
berbagai macam metode dan pengorganisasian materi dengan tepat. Metode
pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam proses pembelajaran adalah
metode pembelajaran jigsaw, discovery, inquiry, eksperimen, dan
brainstorming. Metode yang diharapkan agar siswa mampu menemukan dan
memahami konsep atau prinsip secara cooperative learning adalah
metode pembelajaran Jigsaw. Seperti pemikiran di atas maka pengajaran di
dalam kelas juga memiliki aspek yang sama, berdasarkan prinsip saling
ketergantungan. Setiap siswa mempunyai kemampuan serta cara berfikir
sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan jigsaw dikembangkan
untuk memberikan satu cara untuk membuat kelas sebagai suatu komunitas
belajar yang saling menghargai terhadap kemampuan masing-masing siswa.
Sejalan dengan itu metode Jigsaw di sekolah dasar kiranya merupakan
alternatif untuk memenuhi kebutuhan siswa, sehingga dapat mengoptimalkan
kemampuan, penalaran, dan keterampilannya untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Selain itu berdasarkan pengamatan
dan pengalaman peneliti sendiri selama ini proses pembelajaran IPA di
sekolah dasar jarang/belum menggunakan metode Jigsaw. Hasil
belajar/kompetensi belajar merupakan hasil dari suatu usaha kegiatan
yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah pengetahuan dan
pengalaman yang dipelajari. Hasil belajar dalam proses belajar dan
pembelajaran dapat dipandang sebagai barometer keberhasilan siswa dalam
mengikuti pelajaran tertentu maupun sebagai ukuran keberhasilan guru
dalam melaksanakan proses belajar pembelajaran. Hasil belajar meliputi
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne (Nana Sudjana
2002:45-46) mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar yakni: 1) verbal information, 2) intelektual skill, 3) cognitive, 4) attitude, 5) motor skill.
Pencapaian kompetensi belajar mata pelajaran IPA yang belum sesuai
dengan salah satu diantaranya adalah metode yang dipilih oleh guru dalam
proses pembelajaran. Proses pembelajaran diupayakan pada kegiatan
belajar yang bermakna melalui strategi pengajaran, diskusi, bekerja
kelompok, dan memecahkan masalah serta menyimpulkannya. Berangkat dari
latar belakang masalah, maka penelitian ini diajukan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan Metode
Pembelajaran Jigsaw dalam Meningkatkan Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam
Konsep Organ Tubuh Manusia dan Hewan Pada Siswa Kelas V di Sekolah Dasar
Negeri Kemasan 1 Serengan Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut. “Apakah dengan penerapan metode Jigsaw dapat meningkatkan
kompetensi belajar khususnya dalam penguasaan konsep IPA ?”
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini untuk
mengetahui sejauhmana penerapan metode Jigsaw dapat meningkatkan
kompetensi belajar IPA khususnya dalam penguasaan konsep organ tubuh
manusia dan hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Arends. 2001. Learning to Teach. 5 Edition. Singapore : Mc Grow-Hill.
Aronson. 2000. Histori of the Jigsaw. www.Jigsaw.org. Diperoleh pada tanggal 3 September 2005.
Brophy. 1998. Motivating Students to Learn. Toronto: McGraw-Hill.
Candler. 1995. Cooperating Learning and Hands-On Sciene. San Juan Capistrano, Clifornia: Kagan Cooperative Learning.
Cruickshank. Donald R. Bainer. Deborah L. dan Metcalf. Kim K. 1995. The Act of Teaching: Second Edition. Boston: Mc Grow-Hill College.
Dahlan. 1992. Manajemen Pembelajaran Modern. Jakarta : Gramedia.
Depdiknas. 200. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk SD dan MI. Jakarta : Depdiknas.
Dimyati. 1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Johnson and Johnson. 1994. An Overview of Cooparetive Learning. http://www.co-operation.org/pages/overviewpaper.html. Diperoleh pada tanggal 16 Maret 2006.
Kagan. 1985. Dimension of Cooperative Classroom Structure. Learning to Cooperative, Cooperate to Learn: 67-102. London: Planum Press.
Maltby. 1995. Educational Psychology: An Australian and New Zealand Perspective. Sidney: John Willey & Sons.
Manning and Lucking. 1992. The What, Why and How of Cooperative Learning. (Marcia K. Pearlshall. Relevant Research). (69-75). Washington:TNSTA.
Mc. Niff. 1992. Management of Learning. Sidney: John Willey & Sons.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Purwaningsih E. 2004. Efektifitas Model Pembelajaran Jigsaw dan Peta
Konsep terhadap Prestasi Belajara Fisika dalam Materi Interferensi
Cahaya pada Lapisan Tipis ditinjau dari Minat dan Intelegensi Siswa. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sains. Program Pascasarjana UNS.
Roland. 1997. Benefits of Collaborative Learning. http:// www.fsu.wou.edu. Diperoleh pada tanggal 3 September 2005.
Salvin. 1995. An Introduction to Cooperative Learning Research. London: Plenum Press.
Soemanto. W. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeparman. A. 1993. Disain Intruksional, Jakarta : PAU – UT.
Sudjana. N. 2002. Dasa-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS.
Towns. 1998. How Do I Get My Students to Work Together ? : Getting Cooperative Learning Started. Journal of Chemical Education (JCE) 75 (1):67-69.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Walf. 1995. Prosedure Cooperative Learning. Sidney: John Willey & Sons.
Untuk mendapatkan file lengkap hubungi/ sms ke HP. 089 679 540 116
0 komentar:
Posting Komentar