UPAYA
PEMBERIAN MOTIVASI OLEH GURU UNTUK
MENGURANGI KENAKALAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK TRI BHAKTI SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang Masalah
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Mulyasa
(2006: 3) mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus
diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas SDM, yaitu (1) sarana gedung, (2) bahan atau buku
yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional.
Guru yang profesional merupakan unsur yang utama
dalam membangun kualitas pendidikan anak
karena guru merupakan sumberdaya manusia yang berperan dalam mengatur
strategi penyelenggaraan proses pembelajaran untuk mengubah perilaku siswa
menuju yang lebih baik melalui tranformasi pengetahuan, pengalaman, maupun
dengan melakukan upaya-upaya pemecahan masalah yang terjadi dalam pendidikan. Pemahaman
mengenai peran guru dalam mengajar bukan hanya sekedar melaksanakan kegiatan
mentransformasi pengetahuan saja, tetapi juga dalam proses membimbing
kegiatan belajar anak. Mulyasa (2006: 35) mengemukakan peran-peran guru dalam
dunia pendidikan sebagai berikut:
1.
Guru sebagai pendidik. Sebagai pendidik, guru dianggap
menjadi tokoh panutan, dan
identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya.
2.
Guru sebagai pengajar. Guru memiliki tugas dalam suatu
proses pembelajaran. Peran guru sebagai pengajar ini merupakan peran yang
sangat umum dan dipahami oleh masyarakat, dimana guru memberikan pembelajaran
materi-materi pada siswa yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang
belum diketahui siswa. Dalam hal ini, guru merupakan media pentransfer
pengetahuan.
3.
Guru sebagai pembimbing. Guru dapat diibaratkan sebagai
pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bertanggung jawab atas perjalanan tersebut. Perjalanan siswa
dalam pendidikan bukanlah perjalanan dalam arti fisik, akan tetapi perjalanan
dalam arti aspek mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang
lebih dalam dan kompleks
4.
Guru sebagai pelatih. Proses pendidikan dan
pembelajaran memerlukan adanya pelatihan ketrampilan, baik untelektual maupun
motorik, sehingga menuntut guru untuk betrtindak sebagai pelatih.
5.
Guru sebagai penasehat. Guru adalah penasehat bagi
peserta didik, bahkan bagi orang tua siswa, meskipun guru tidak melakukan
pelatihan khusus untuk berperan sebagai penasehat professional.
6.
Guru sebagai pembaharu (innovator). Guru
menterjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bernakna bagi
peserta didik.
7.
Guru sebagai model dan teladan. Guru merupakan model atau teladan bagi
peserta didik maupun bagi semua orang yang mengganggap dirinya sebagai guru.
Sikap, tindakan, dan kepribadian guru merupakan suatu indikator yang sangat
diperhatikan oleh peserta didik. Guru merupakan suatu acuan bagi perilaku
siswa.
8.
Guru sebagai pribadi. Sebagai individu yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan,
guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan sebagai seorang
pendidik
9.
Guru sebagai peneliti. Pembelajaran merupakan suatu
seni yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Untuk
itu diperlukan penelitian-penelitian pendidikan yang melibatkan guru. Keaktivan
guru dalam mengembangkan penelitian kependidikan merupakan hal yang sangat
penting bagi keberhasilan proses belajar-mengajar.
10.
Guru sebagai pendorong kreativitas. Kreativitas
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru harus memiliki
kemampuan dalam mendemonstrasikan kreativitas. Dengan demikian, maka guru
memiliki peranan dalam menunjukkan, memicu, mendorong, dan memunculkan
kreativitas siswa.
11.
Guru sebagai pembangkit pandangan. Siswa belajar untuk
mengetahui hal yang belum diketahuinya. Dalam hal ini, guru merupakan salah
satu aktor utama yang
memiliki peran dalam mentransfer pengetahuan serta memberikan
pandangan-pandangan tentang suatu hal kepada siswa. Siswa yang belum memiliki
cara pandang tersendiri terhadap suatu hal cenderung akan mengikuti bagaimana
gurunya memandang suatu hal, oleh karena guru dianggap sebagai model atau sosok
yang lebih memahami hal tersebut.
12.
Guru sebagai pekerja rutin. Guru bekerja dengan
ketrampilan, dan kebiasaan tertentu serta kegiatan rutin yang sangat
diperlukan.
Hal-hal
tersebut diatas merupakan sebagian dari peran penting guru dalam pendidikan.
Konsep peran guru tersebut secara jelas
mengemukakan bahwa peran guru bukan
hanya dalam aspek membimbing untuk mempelajari suatu materi, akan tetapi juga
membimbing perkembangan kejiwaan siswa menuju manusia yang memiliki iman-taqwa
(imtaq) dan berkualitas baik. Pembentukan siswa menjadi insan berkualitas
merupakan salah satu tugas pendidik, dimana siswa dibimbing agar memiliki
prestasi akademik dan memiliki kualitas perilaku atau kejiwaan yang sesuai
dengan norma-norma agama dan sosial.
Guru memiliki peran yang kuat dalam membentuk moralitas, kejiwaan atau
psikology siswa, kepribadian, serta dalam kualitas akademik siswa.
Mengenai kenakalan anak, Yusuf (2006 :34)
menjelaskan sebagai berikut:
Kenakalan anak
merupakan suatu perilaku yang dianggap menyimpang dari aspek moral, kesusilaan,
maupun agama. Kenakalan siswa memiliki
tingkatan yang berbeda-beda, dari tingkat ringan, sedang, sampai berat.
Kenakalan dalam tingkatan yang ringan belum membahayakan dan pada umumnya masih
mudah untuk ditanggulangi. Kenakalan dalam tingkat sedang merupakan kenakalan
yang apabila dibiarkan akan mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi siswa
maupun lingkunganm akan tetapi tingkatan ini masih mudah untuk ditanggulangi.
Sedangkan kenakalan dalam tingkat berat merupakan kenakalan yang dianggap
serius, sangat berbahaya bagi perkembangan siswa dan lingkungan, serta sulit
ditanggulangi. Seberapapun tingkatan suatu kenakalan, hal ini merupakan suatu
kondisi yang sangat perlu untuk segera ditanggulangi, demi masa depan siswa dan
kenyamanan lingkungan belajar siswa
(Yusuf, 2006: 34).
Sementara itu,
secara psikologis, anak tingkat sekolah taman kanak-kanak berada dalam fase
masa kanak-kanak awal (early chilhood). Hal ini
sebagaimana dijelaskan Rizky (2009 :3) sebagai berikut:
Awal masa
kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra
kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial
sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk
penyesuaian diri pada waktu masuk ke fase berikutnya. Menurut Pieget, pada usia
ini anak memiliki sifat egosentris, sehingga berkesan ingin menang sendiri
karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga
memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Sedangkan pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah
mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang
sistematis-rumit (Rizky, 2009: 3).
Berdasarkan
konsep tersebut, maka dalam membimbing anak yang masih dalam fase belajar awal
dengan karakteristik egosentris, masih dalam tahapan meniru, dan belum mampu
berfikir rumit bahkan untuk sekedar
membedakan baik dan buruk ini diperlukan adanya penanganan khusus yang sesuai
dengan fase perkembangannya oleh guru. Bimbingan yang dilakukan dengan
menggunakann pendekatan untuk anak remaja dan orang dewasa tidak
akan sesuai untuk anak dalam fase ini.
Perilaku
seseorang, tanpa memandang fase perkembangan psikologisnya, berkaitan erat
dengan dorongan hati yang muncul dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan dari dalam diri seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan disebut sebagai motivasi.
Terkait dengan motivasi, Makmun (2005: 37)
mengemukakan bahwa:
Motivasi merupakan suatu kekuatan atau power atau tenaga (forces) atau daya atau suatu keadaan yang
kompleks (complex states) dan kesiapsediaan (preparatory set)
dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun
tidak. Motivasi timbul dan tumbuh berkembang dengan jalan datang dari dalam
diri individu sendiri (intrinsik) dan datang dari lingkungan (ekstrinsik)
Makmun (2005: 37).
Di Taman Kanak-Kanak
Tri Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010, fenomena kenakalan anak ini banyak
dijumpai. Kenakalan anak ini diantaranya adalah munculnya perilaku menyerang
secara fisik dan non fisik, dan gemar membolos. Hal ini dipandang serius oleh
guru dengan asumsi bahwa perilaku semasa kanak-kanak akan menjadi kebiasaan
yang akan terbawa sampai dewasa. Guru berupaya memberikan pendidikan yang
disesuaikan dengan tingkat berfikir anak, dengan mengutamakan pemberian
motivasi agar anak membiasakan diri berperilaku baik dan meninggalkan kebiasaan
yang tidak baik. Dalam kenyataan yang dialami, kegiatan ini tidak berlangsung
dengan mudah. Anak masih biasa mengulang kebiasaan buruk dalam periode tertentu
setelah dilakukan upaya pembinaan. Hal ini ada kemungkinan akibat tidak
terpantaunya kenakalan anak oleh orang tua di rumah, sehingga kebiasaan-kebiasaan
buruk masih sering terulang kembali.
Dengan berdasarkan konsep peran penting guru dalam
pendidikan, banyak terjadinya kenakalan pada anak tingkat taman
kanak-kanak, konsep fase perkembangan
anak, konsep yang menunjukkan bahwa perilaku merupakan refleksi dorongan dari
dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (motivasi),
serta fakta yang terjadi di lapangan, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Upaya Pemberian
Motivasi Oleh Guru Untuk Mengurangi Kenakalan Anak Di Taman Kanak-Kanak Tri
Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010”. Alasan pemilihan lokasi ini
adalah peneliti telah cukup mengenal kondisi anak dan lingkungannya dan kondisi
latar belakang anak, sehingga lebih mudah untuk memperoleh data-data yang
paling mendekati kondisi riil yang ada.
B.
Identifikasi Masalah
Bersadarkan
atas latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi adanya masalah sebagai
berikut:
1.
Di Taman
Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010, fenomena kenakalan
anak banyak dijumpai, diantaranya adalah munculnya perilaku menyerang secara
fisik dan non fisik, dan gemar membolos.
2.
Upaya pembinaan yang dilakukan guru
masih mengalami berbagai kendala dalam bentuk terulangnya kembali perilaku yang
kurang baik dalam periode tertentu, yang kemungkinan diakibatkan kebiasaan yang
kurang baik di rumah, dimana perhatian orang tua masih kurang.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, disusun rumusan masalah
penelitian sebagai berikut:
1.
Apasajakah bentuk-bentuk kenakalan anak dalam fase masa
kanak-kanak awal (early chilhood) di
Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen?
2.
Upaya pemberian motivasi apasajakah yang dilakukan guru untuk mengurangi
kenakalan anak di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen?
D.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini
adalah untuk mengetahui hal-hal berikut:
1. Bentuk-bentuk
kenakalan anak dalam fase masa kanak-kanak
awal (early chilhood) di Taman
Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen.
2. Model-model upaya pemberian
motivasi yang dilakukan guru untuk mengurangi kenakalan anak di Taman
Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen.
E.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian
ini meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoritis
a.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan khasanah
pengetahuan dalam bidang bimbingan konseling, yang secara khusus menyoroti upaya pemberian
motivasi untuk mengurangi kenakalan anak tingkat taman kanak-kanak.
b.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan
maupun referensi bagi penelitian psikologi pendidikan sejenis.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi memberikan dorongan bagi guru dalam mempelajari
ilmu-ilmu yang mengarah pada fungsi guru yang lebih kompleks dari sekedar
mengajar, dan diharapkan mampu menjadi sumber informasi bagi arti penting
peranan guru dalam dunia
pendidikan.
b.
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi para pengambil keputusan di
bidang pendidikan guna mengembangkan suatu system pendidikan yang tidak
mengesampingkan arti penting peran guru tergadap perkembangan siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Barnadib, Sutari Imam. 1984. Pengantar
Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: IKIP
Greegory Hansen. 1988. Motivation Technique in Education. New York,
McGraw Hill.
H.A. Syamsudin Makmun. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Mahmud Yusuf, 2006. Pengantar Psikologi Anak dan Perkembangan.
Jakarta: Ramadhani
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Remaja Rosda
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prasetya Irawan. 1994. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar
Bahan Ajar. Jakarta: Dikti Depdikbud.
Purwanto, M. Ngalim. 1998. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis.
Bandung: Remaja Rosda
Ridwan, Rifai.1992. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Sondang P. Siagian. 1995.
Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Soetomo.1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya:
Usaha Nasional.
Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.
Jakarta: Rineka Cipta.
Untuk mendapatkan file skripsi /
Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700
0 komentar:
Posting Komentar