Senin, 12 November 2012

PTK TK 01- UPAYA PEMBERIAN MOTIVASI OLEH GURU UNTUK MENGURANGI KENAKALAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK


UPAYA PEMBERIAN MOTIVASI OLEH GURU UNTUK MENGURANGI KENAKALAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK TRI BHAKTI SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar belakang Masalah
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Mulyasa (2006: 3) mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas SDM, yaitu (1) sarana gedung, (2) bahan atau buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional.
Guru yang profesional merupakan unsur yang utama dalam membangun kualitas pendidikan anak  karena guru merupakan sumberdaya manusia yang berperan dalam mengatur strategi penyelenggaraan proses pembelajaran untuk mengubah perilaku siswa menuju yang lebih baik melalui tranformasi pengetahuan, pengalaman, maupun dengan melakukan upaya-upaya pemecahan masalah yang terjadi dalam pendidikan. Pemahaman mengenai peran guru dalam mengajar bukan hanya sekedar melaksanakan kegiatan mentransformasi pengetahuan saja,  tetapi juga dalam  proses membimbing kegiatan belajar anak. Mulyasa (2006: 35) mengemukakan peran-peran guru dalam dunia pendidikan sebagai berikut:
1.     Guru sebagai pendidik. Sebagai pendidik, guru dianggap menjadi tokoh panutan, dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya.
2.     Guru sebagai pengajar. Guru memiliki tugas dalam suatu proses pembelajaran. Peran guru sebagai pengajar ini merupakan peran yang sangat umum dan dipahami oleh masyarakat, dimana guru memberikan pembelajaran materi-materi pada siswa yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui siswa. Dalam hal ini, guru merupakan media pentransfer pengetahuan.
3.     Guru sebagai pembimbing. Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas perjalanan tersebut. Perjalanan siswa dalam pendidikan bukanlah perjalanan dalam arti fisik, akan tetapi perjalanan dalam arti aspek mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks
4.     Guru sebagai pelatih. Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan adanya pelatihan ketrampilan, baik untelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk betrtindak sebagai pelatih.
5.     Guru sebagai penasehat. Guru adalah penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua siswa, meskipun guru tidak melakukan pelatihan khusus untuk berperan sebagai penasehat professional.
6.     Guru sebagai pembaharu (innovator). Guru menterjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bernakna bagi peserta didik.
7.     Guru sebagai model dan teladan.  Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik maupun bagi semua orang yang mengganggap dirinya sebagai guru. Sikap, tindakan, dan kepribadian guru merupakan suatu indikator yang sangat diperhatikan oleh peserta didik. Guru merupakan suatu acuan bagi perilaku siswa.
8.     Guru sebagai pribadi. Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan,  guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan sebagai seorang pendidik
9.     Guru sebagai peneliti. Pembelajaran merupakan suatu seni yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan penelitian-penelitian pendidikan yang melibatkan guru. Keaktivan guru dalam mengembangkan penelitian kependidikan merupakan hal yang sangat penting bagi keberhasilan proses belajar-mengajar.
10.      Guru sebagai pendorong kreativitas. Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru harus memiliki kemampuan dalam mendemonstrasikan kreativitas. Dengan demikian, maka guru memiliki peranan dalam menunjukkan, memicu, mendorong, dan memunculkan kreativitas siswa.
11.      Guru sebagai pembangkit pandangan. Siswa belajar untuk mengetahui hal yang belum diketahuinya. Dalam hal ini, guru merupakan salah satu aktor utama yang memiliki peran dalam mentransfer pengetahuan serta memberikan pandangan-pandangan tentang suatu hal kepada siswa. Siswa yang belum memiliki cara pandang tersendiri terhadap suatu hal cenderung akan mengikuti bagaimana gurunya memandang suatu hal, oleh karena guru dianggap sebagai model atau sosok yang lebih memahami hal tersebut.
12.      Guru sebagai pekerja rutin. Guru bekerja dengan ketrampilan, dan kebiasaan tertentu serta kegiatan rutin yang sangat diperlukan.
Hal-hal tersebut diatas merupakan sebagian dari peran penting guru dalam pendidikan. Konsep peran guru  tersebut secara jelas mengemukakan bahwa peran guru bukan hanya dalam aspek membimbing untuk mempelajari suatu materi, akan tetapi juga membimbing perkembangan kejiwaan siswa menuju manusia yang memiliki iman-taqwa (imtaq) dan berkualitas baik. Pembentukan siswa menjadi insan berkualitas merupakan salah satu tugas pendidik, dimana siswa dibimbing agar memiliki prestasi akademik dan memiliki kualitas perilaku atau kejiwaan yang sesuai dengan norma-norma agama dan sosial.  Guru memiliki peran yang kuat dalam membentuk moralitas, kejiwaan atau psikology siswa, kepribadian, serta dalam kualitas akademik siswa.
Mengenai kenakalan anak, Yusuf (2006 :34) menjelaskan sebagai berikut:
Kenakalan anak merupakan suatu perilaku yang dianggap menyimpang dari aspek moral, kesusilaan, maupun agama.  Kenakalan siswa memiliki tingkatan yang berbeda-beda, dari tingkat ringan, sedang, sampai berat. Kenakalan dalam tingkatan yang ringan belum membahayakan dan pada umumnya masih mudah untuk ditanggulangi. Kenakalan dalam tingkat sedang merupakan kenakalan yang apabila dibiarkan akan mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi siswa maupun lingkunganm akan tetapi tingkatan ini masih mudah untuk ditanggulangi. Sedangkan kenakalan dalam tingkat berat merupakan kenakalan yang dianggap serius, sangat berbahaya bagi perkembangan siswa dan lingkungan, serta sulit ditanggulangi. Seberapapun tingkatan suatu kenakalan, hal ini merupakan suatu kondisi yang sangat perlu untuk segera ditanggulangi, demi masa depan siswa dan kenyamanan lingkungan belajar siswa (Yusuf, 2006: 34).

Sementara itu, secara psikologis, anak tingkat sekolah taman kanak-kanak berada dalam fase masa kanak-kanak awal (early chilhood). Hal ini sebagaimana dijelaskan Rizky (2009 :3) sebagai berikut:
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk ke fase berikutnya. Menurut Pieget, pada usia ini anak memiliki sifat egosentris, sehingga berkesan ingin menang sendiri karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Sedangkan  pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis-rumit (Rizky, 2009: 3).

 Berdasarkan konsep tersebut, maka dalam membimbing anak yang masih dalam fase belajar awal dengan karakteristik egosentris, masih dalam tahapan meniru, dan belum mampu berfikir rumit  bahkan untuk sekedar membedakan baik dan buruk ini diperlukan adanya penanganan khusus yang sesuai dengan fase perkembangannya oleh guru. Bimbingan yang dilakukan dengan menggunakann pendekatan untuk anak remaja dan orang dewasa tidak akan sesuai untuk anak dalam fase ini.
Perilaku seseorang, tanpa memandang fase perkembangan psikologisnya, berkaitan erat dengan dorongan hati yang muncul dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan disebut sebagai motivasi.
Terkait dengan motivasi, Makmun (2005: 37) mengemukakan bahwa:
Motivasi merupakan suatu kekuatan atau power atau tenaga (forces) atau daya atau suatu keadaan yang kompleks (complex states) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun tidak. Motivasi timbul dan tumbuh berkembang dengan jalan datang dari dalam diri individu sendiri (intrinsik) dan datang dari lingkungan (ekstrinsik) Makmun (2005: 37).

Di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010, fenomena kenakalan anak ini banyak dijumpai. Kenakalan anak ini diantaranya adalah munculnya perilaku menyerang secara fisik dan non fisik, dan gemar membolos. Hal ini dipandang serius oleh guru dengan asumsi bahwa perilaku semasa kanak-kanak akan menjadi kebiasaan yang akan terbawa sampai dewasa. Guru berupaya memberikan pendidikan yang disesuaikan dengan tingkat berfikir anak, dengan mengutamakan pemberian motivasi agar anak membiasakan diri berperilaku baik dan meninggalkan kebiasaan yang tidak baik. Dalam kenyataan yang dialami, kegiatan ini tidak berlangsung dengan mudah. Anak masih biasa mengulang kebiasaan buruk dalam periode tertentu setelah dilakukan upaya pembinaan. Hal ini ada kemungkinan akibat tidak terpantaunya kenakalan anak oleh orang tua di rumah, sehingga kebiasaan-kebiasaan buruk masih sering terulang kembali.
Dengan berdasarkan konsep peran penting guru dalam pendidikan, banyak terjadinya kenakalan pada anak tingkat taman kanak-kanak,  konsep fase perkembangan anak, konsep yang menunjukkan bahwa perilaku merupakan refleksi dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (motivasi), serta fakta yang terjadi di lapangan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Pemberian Motivasi Oleh Guru Untuk Mengurangi Kenakalan Anak Di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010”. Alasan pemilihan lokasi ini adalah peneliti telah cukup mengenal kondisi anak dan lingkungannya dan kondisi latar belakang anak, sehingga lebih mudah untuk memperoleh data-data yang paling mendekati kondisi riil yang ada.

B.        Identifikasi Masalah
Bersadarkan atas latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi adanya masalah sebagai berikut:
1.          Di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010, fenomena kenakalan anak banyak dijumpai, diantaranya adalah munculnya perilaku menyerang secara fisik dan non fisik, dan gemar membolos.
2.          Upaya pembinaan yang dilakukan guru masih mengalami berbagai kendala dalam bentuk terulangnya kembali perilaku yang kurang baik dalam periode tertentu, yang kemungkinan diakibatkan kebiasaan yang kurang baik di rumah, dimana perhatian orang tua masih kurang.

C.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang  masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1.          Apasajakah bentuk-bentuk kenakalan anak dalam fase masa kanak-kanak awal (early chilhood) di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen?
2.          Upaya pemberian motivasi apasajakah yang dilakukan guru untuk mengurangi kenakalan anak di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen?

D.        Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut:
1.     Bentuk-bentuk  kenakalan anak dalam fase masa kanak-kanak awal (early chilhood) di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen.
2.     Model-model  upaya pemberian motivasi yang dilakukan guru untuk mengurangi kenakalan anak di Taman Kanak-Kanak Tri Bhakti Sragen.

E.         Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.          Manfaat Teoritis
a.         Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan khasanah pengetahuan dalam bidang bimbingan konseling, yang  secara khusus menyoroti upaya pemberian motivasi untuk mengurangi kenakalan anak tingkat taman kanak-kanak.
b.         Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan maupun referensi bagi penelitian psikologi pendidikan sejenis.

2.          Manfaat Praktis
a.         Penelitian ini diharapkan dapat menjadi memberikan dorongan bagi guru dalam mempelajari ilmu-ilmu yang mengarah pada fungsi guru yang lebih kompleks dari sekedar mengajar, dan diharapkan mampu menjadi sumber informasi bagi arti penting peranan guru  dalam dunia pendidikan. 
b.         Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi para pengambil keputusan di bidang pendidikan guna mengembangkan suatu system pendidikan yang tidak mengesampingkan arti penting peran guru tergadap perkembangan siswa.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Barnadib, Sutari Imam. 1984. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: IKIP
Greegory Hansen. 1988. Motivation Technique in Education. New York, McGraw Hill.
H.A. Syamsudin Makmun. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Mahmud Yusuf, 2006. Pengantar Psikologi Anak dan Perkembangan. Jakarta: Ramadhani
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prasetya Irawan. 1994. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar Bahan Ajar. Jakarta: Dikti Depdikbud.
Purwanto, M. Ngalim. 1998. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda
Ridwan, Rifai.1992. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Sondang P. Siagian. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Soetomo.1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 081 567 745 700

0 komentar:

Posting Komentar