KODE SKRIPSI FARMASI (FM 051) : Tindakan Pengobatan Sendiri Pada Keluhan Nyeri Dan Demam Di Kecamatan Pasar Kliwon
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Di
antara lima kebutuhan pokok pangan, sandang, pemukiman, kesehatan, dan
pendidikan, obat merupakan salah satu faktor penting dalam kesehatan, seperti
dikatakan oleh Menteri Kesehatan pada pembukaan Kongres Ilmiah Farmasi, Federation
of Asian Pharmaceutical Associations (21-26 Nopember 1976) :..................................... bahwa
obat merupakan kunci dari komponen yang tidak dapat ditinggalkan dalam program
kesehatan-kesehatan masyarakat' (Sarjoko dan Sukartono, 1977).
Kesehatan
bukanlah segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan semua yang ada tidak ada
artinya. Kesehatan merupakan modal penting dalam kehidupan. Kesehatan dalam
arti luas meliputi kesehatan jasmaniah, rohaniah, dan sosial dan bukan hanya
keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Anonim, 1982).
Kesehatan
menunjukkan status yang tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah faktor lingklmgan. Yang dimaksud dengan lingkungan
bukan hanya lingkungan fisik saja, tetapi juga lingkungan ekonomi, sosial, dan
budaya. Faktor lingkungan inilah yang paling banyak menentukan tingkat
kesehatan (Sarjoko dan Sukartono, 1977).
Tubuh
dilengkapi dengan suatu sistem pengontrol sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya yang disebut dengan homeostatis, meskipun kemampuan sistem
itu terbatas. Selarna tubuh kita masih mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, maka perubahan lingkungan tidak berpengaruh terhadap kesehatan,
tetapi apabila gagal, tubuh akan menjadi sakit. Dalam keadaan sakit,
lebih-lebih sakit yang mengganggu aktivitas sehari-hari, baru disadari arti
pentingnya kesehatan (Foster dan Anderson, 1986).
Derajat
kesehatan merupakan hasil interaksi beberapa faktor yaitu : faktor lingkungan,
faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Dari 4
faktor tersebut faktor lingkungan dan faktor perilaku mempunyai peranan yang
paling besar untuk tercapainya tujuan pembangunan kesehatan (Anonim, 1982).
Pembangunan
jangka panjang bidang kesehatan utamanya ditujukan untuk tercapainya
peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang
kesehatan. Konsep penolong diri sendiri ini diajukan untuk membantu mengurangi
beban pernerintah dalam menyangga beban biaya pembangunan bidang kesehatan.Seperti
digariskan dalam langkah-langkah kebijaksanaan sistem kesehatan nasional, yang
berupa pengembangan peningkatan swadaya masyarakat dalam pembangunan kesehatan
dengan pendekatan pendidikan (Anonim, 1992).
Manusia
berhak untuk mengobati diri sendiri dan mengadakan evaluasi sendiri tentang
hasil pengobatannya. Pengobatan dapat dilaksanakan dengan cara mengunj ungi
dokter di rumah sakit, puskesmas, atau praktek swasta, clan kemudian membeli
obatnya di apotek. Disamping itu pengobatan dapat pula dilakukan dengan cara
pengobatan sendiri (swamedikasi), berdasarkan pengalaman sendiri atau orang
lain, dengan mempergunakan obat-obat yang dapat di beli tanpa resep
dokter atau yang sering disebut obat bebas (Anonim, 1986).
Banyaknya
masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri tersebut tidak terlepas dengan
adanya informasi mengenai iklan obat bebas (OB) dan obat bebas terbatas (OBT).
Iklan-iklan tersebut banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti di
televisi, radio, plakat-plakat, majalah dan berbagai media iklan lainnya.
Membanjirnya obat-obatan yang banyak dijual di pasaran, akan memudahkan
seseorang melakukan pengobatan sendiri terhadap keluhan penyakitnya, karena
relatif lebih cepat, hemat biaya, dan praktis tanpa perlu periksa ke dokter.
Namun untuk melakukan pengobatan sendiri dibutuhkan informasi yang benar agar dapat
dicapai mutu pengobatan sendiri yang baik, yaitu menggunakan obat tanpa resep
yang rasional. Tersedianya obat yang cukup dengan informasi yang memadai akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Schwartz dan Hoopes, 1989).
Berdasarkan
hal-hal tersebut maka melakukan penelitian agar dapat diketahui alasan dan cara
yang digunakan masyarakat dalam pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan
demam, serta faktor-faktor yang mendorong masyarakat melakukan pengobatan
sendiri, sehingga pihak-pihak yang terkait dengan masalah ini dapat melakukan
langkah-langkah yang tepat.
Hasil
penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan para tenaga
medis, terutama dokter dan apoteker untuk mengambil kebijakan dalam menjalankan
tugasnya, dan dapat menjadi pedoman untuk memperbaiki dan meningkatkan
mutu pengobatan sendiri menuju masyarakat Indonesia sehat dan sejahtera.
B.
Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Seperti apa gambaran tindakan pengobatan sendiri pada
keluhan nyeri dan / atau demam yang biasa dilakukan oleh masyarakat di
Kecamatan Pasarkliwon ?
2.
Faktor-faktor apakah yang mendorong masyarakat
melakukan pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau dernam ?
3.
Seberapa jauh tingkat pengetahuan masyarakat di
Kecamatan Pasarkliwon mengenai pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau
demam ?
4.
Apa saja yang berperan sebagai sumber informasi dalam
menentukan pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau demam ?
C. Tujuan
penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui alasan dan cara pengobatan sendiri pada
keluhan nyeri dan / atau demam oleh masyarakat di Kecamatan Pasarkliwon.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi atau mendorong
masyarakat melakukan pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau demam.
3.
Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di Kecamatan
Pasarkliwon mengenai pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau demam.
4.
Mengetahui sumber-sumber informasi yang berperan dalam
pengobatan sendiri pada keluhan nyeri dan / atau demam.
D.
Tinjauan Pustaka
1. Pengobatan
Sendiri
Jenjang pelayanan kesehatan dari bawah
adalah perawatan sendiri, pelayanan kader, pelayanan puskesmas, dan pelayanan
ruj ukan. Perawatan sendiri merupakan bagian paling besar pelayanan kesehatan.
Meningkatnva perawatan sendiri berkaitan dengan perubahan pola penyakit, dari
infeksi akut ke kronis, kebutuhan partisipasi masyarakat dalarn perawatan
kesehatan, dan rneningkatnya biaya pelayanan profesional. Juga beberapa
informasi dan teknologi kedokteran diproduksi untuk mendukung perawatan
sendiri. Perawatan sendiri mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit,
pengobatan sakit, pengelolaan penyakit kronis, dan rehabilitasi. Pengobatan
sendiri merupakan bagian paling besar dari perawatan sendiri (Winardi, 1991).
Menurut Burham Warsito (1999),
pengobatan sendiri diartikan sebagai upaya untuk memberikan pengobatan atas
penyakitnya secara mandiri, pengobatan disini lebih ditekankan sebagai tindakan
yang profesional (Warsito, 1999).
Pengobatan sendiri adalah upaya
pengobatan sakit menggunakan obat, obat tradisional, atau cara lain tanpa
petunjuk dokter. Pengobatan sendiri merupakan satu upaya untuk mencapai
kesehatan bagi semua yang memungkinkan masyarakat dapat hidup produktif secara
sosial dan ekonomi (Supardi dan Sudibyo, 1997 ).
Tujuan pengobatan sendiri yaitu untuk
meningkatkan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit
kronis setelah perawatan dokter, sedangkan peranan pengobatan sendiri adalah
untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan vang tidak memerlukan
konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber
daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk
masyarakat yang jauh dari puskesmas (Supardi dan Sudibyo, 1997 ).
Pengobatan sendiri dapat dikaji dari
bidang epidemiologi, farmakologi, dan sosial. Bidang epidemiologi mengkaji pola
penggunaan obat serta kontribusinya terhadap pelayanan kesehatan, bidang
farmakologi mengkaji keamanan dan kerasionalan penggunaan obat, dan
"bidang sosial mengkaji persepsi sehat sakit dan faktor sosial budaya yang
mempengaruhi perilaku penggunaan obat ( Supardi dan Sudibyo, 1997 ).
Ada perbedaan kebutuhan alat, biaya,
waktu, dan nilai antara pengobatan sendiri dengan pengobatan medis. Pengobatan
sendiri berhubungan dengan persepsi sehat sakit, berhubungan dengan iklan dan
sistem pemasaran obat, serta untuk kasus tertentu sebagai pengganti berobat ke
dokter. Suatu studi menunjukkan bahwa makin banyak obat yang betedar akan makin
meningkatkan pengobatan sendiri (Supardi dan Sudibyo, 1997).
Pertimbangan penting dalam pengobatan
sendiri adalah penggunaan obat harus aman dan efektif. Obat yang aman untuk
kebanyakan orang belum tentu aman untuk orang tertentu, juga dapat membahayakan
bila di gunakan secara tidak benar. Penggunaan obat yang tidak efektif meliputi
: tidak sesuai indikasi, kombinasi beberapa zat aktif untuk satu keluhan,
interaksi searah atau berlawanan arah, dosis kurang atau lewat, adiksi dan
habituasi, serta penggunaan obat rusak karena penyimpanan tidak memenuhi syarat
(Supardi dan Sudibyo, 1997).
2. Model
perilaku konsumen
(Kwich. cit. Notoatmodjo, 1997)
menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap.
Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu
obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk' mengenali
atau tidak mengenali obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku
manusia.
Interaksi antar manusia dalam
prosesnya, mungkin berisikan kesadaran diri yang berbeda-beda kualitasnya.
Suatu lambang-lambang bermakna berkaitan dengan kesadaran diri yang di sengaja,
menimbulkan pertanyaan, apakah yang dimaksud kesadaran diri, maka hal itu
merupakan suatu pengakuan dari seseorang terhadap dirinya suatu hakekat diri
yang menjadi obyek dari pihak-pihak lain (Smith, 1991).
Kotler (1987) menyatakan bahwa
perilaku pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pembeli, disamping dipengaruhi
pula oleh proses keputusan pembeli. Karakteristik pembeli meliputi empat faktor
utama, yaitu :
a. faktor
pertama: faktor cultural
Kultural
adalah penentu yang paling mendasar atas keinginan dan perilaku seseorang,
termasuk didalamnya adalah nilai-nilai hakiki, persepsi, preferensi, serta
perilaku orang bersangkutan belajar dari keluarga, serta lembaga-lembaga
lainnya.
b. faktor
kedua : faktor sosial
Kelompok
referensi seseorang, keluarga, teman karib, organisasi sosial, asosiasi
profesional, sangat mempengaruhi perilaku.Posisi seseorang didalarn setiap
keluarga ditentukan dari peran dan status. Seorang pembeli akan memilih produk
serta merek yang mencerminkan peran dan statusnya.
c. faktor
ketiga : faktor karakteristik pribadi
Usia, tahap
daur hidup, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, serta
karakteristik pribadi lainnya dari pembeli mempengaruhi keputusan pembelinya.
d. faktor
keempat : faktor psikologis
Perilaku konsumen
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu motivasi, persepsi, belajar, dan sikap.
Perilaku pembelian seseorang adalah hasil Wing
pengaruh mempengaruhi dari semua faktor-faktor kultur, sosial, pribadi, dan
psikologis yang kompleks (Kotler, 1987).
Ada beberapa tahapan sakit, antara
lain (Soekanto dan Soerjono, 1982):
1.
tahap pengalaman gejala-gejala (keputusan bahwa ada yang
tidak beres).
2.
asumsi keadaan peranan sakit (keputusan bahwa seseorang
sakit dan membutuhkan perawatan profesional).
3.
tahap kontak perawatan medis (keputusan untuk mencari
perawatan medis profesional).
4.
tahap peranan ketergantungan pasien (keputusan untuk
mengalihkan pengawasan kepada dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan
yang ditetapkan).
5.
kesembuhan atau keadaan rehabilitasi (keputusati untuk
mengakhiri peranan sakit).
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen
setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan jika merasa puas
dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa maka sangat besar
kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah mutu produk dan pelayanannya,
kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan
(Husein, 2002).
3. Model
perilaku kesehatan
(Kwich. cit.Notoatmodjo, 1997)
mengemukakan bahwa perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon
seseorang' (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini
mempunyai 2 unsur pokok, yaitu respon dan stimulan atau pertanyaan.
Perilaku kesehatan secara rinci mencakup :
a. perilaku
seseorang terhadap sakit dan penyakit
yaitu
bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya)
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut.
b. perilaku
terhadap sistem pelayanan kesehatan
respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan modem maupun tradisional.
Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas kesehatan, cara pelayanan
kesehatan, petugas kesehatan, dan obat-obatnya.
c. perilaku
terhadap makanan
respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d. perilaku
terhadap lingkungan kesehatan
respon seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri.
4. Tingkah
laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien
Dalam mempelajari tingkah laku sakit,
penting bagi kita untuk mengingat pesan Von Mering, bahwa "studi yang
benar mengenai makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu
hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek
fisik, mental, aspek medikal, dan aspek sosialnya. Dalam sahanya untuk
meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam serangkaian proses pemecahan
masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik yang spesifik maupun yang
non spesifik" (Soekanto dan Soerjono, 1982).
Aspek sosial (atau keadaan) penyakit,
seperti aspek-aspek fisik mental dan medikal, menunjukkan suatu urutan waktu.
Ada suatu awal yaitu kesadaran akan gejala-gejala awal, ada suatu perkembangan
yaitu proses sosial dan proses fisiologis yang terjadi, dan ada suatu akhir
melalui kesembuhan atau kematian (Soekanto dan Soerjono, 1982).
Tingkah laku sakit didefinisikan sebagai
cara-cara menanggapi gejala-gejala, evaluasi, dan diperankan oleh seorang
individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain fungsi
tubuh kurang baik. Ketika tingkah laku yang berhubungan dengan penyakit disusun
dalam suatu peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti
untuk bereaksi dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial
penyakit oleh suatu masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit, dan
peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial,
perbedaan suku bangsa dan budaya. Perbedaan budaya dalam tingkah laku sakit
barangkali lebih menonjol daripada perbedaan ekonomi. Pada umumnya orang lebih
menyukai atau percaya bahwa mereka lebih menyukai sehat ° daripada sakit.
"Semuaa orang ingin menjadi sehat" sudah sejak berabad-abad merupakan
semboyan umum bagi program-program kesehatan umum (Soekanto dan Soerjono, 1982).
5. Nyeri
dan Demam
a. Definisi
Nyeri
Setiap orang dalam hidupnya
sewaktu-waktu dihinggapi rasa nyeri dan pernah membeli obat antinyeri, misalnya
nyeri kepala dan gigi, nyeri otot atau sendi, ataupun nyeri haid, dan migrain.
Sejak zaman purba orang Mesir
menggunakan godokan kulit pohon salix ("Willow') untuk melawan
bermacam-macam rasa nyeri. Namun baru pada tahun 1872 dapat diisolasi zat aktif
kulit tersebut. Zat yang dinamakan salicin ini ternyata tidak saja menghalangi
rasa nyeri, melainkan juga berkhasiat menurunkan suhu tubuh pada demam.
Kemudian pada tahun 1890 seorang ahli kimia dari pabrik Bayer berhasil
mensintesis asetil salisilat dengan daya kerja yang sama. Zat pelawan nyeri
sintesis yang pertarna telah dilahirkan) (Tjai dan Rahardja, 1993).
Nyeri adalah merupakan suatu
isyarat (pcrtanda) tentang adanya sesuatu dalam tubuh yang kurang baik,
misalnya bila terdapat cedera, peradangan di kulit atau kejang otot atau organ
dalam. Nyeri dirasakan karena rangsangan-rangsangan nyeri mencapai otak melalui
unsur-unsur penerima yang disebut reseptor, yaitu ujung=ujung syaraf bebas yang
terdapat di seluruh tubuh. Rangsangan dapat berupa rangsangan kimiawi (asam,
basa), mekanis (pukulan, cedera, peradangan), atau kalor (api) (Tjai dan
Rahardja, 1993).
Di tempat yang terangsang, karena
misalnya kerusakan kulit atau organ, pada dinding sel terbentuk zat-zat kimia
dengan daya kerja kuat yang di sebut zat perantara nyeri (mediator), antara
lain : histamin, bradikinin dan prostaglandin. Zat-zat ini merangsang
ujung-ujung syaraf setempat, yang meneruskan dengan pusat syaraf dari sumsum
lanjutan (terletak di bawah otak). Disini diterima semua isyarat-isyarat dari
seluruh tubuh dan terjadi reaksi pertama terhadap nyeri (Tjai dan Rahardja, 1993).
Nyeri juga dapat merupakan suatu
pengalaman sensori dan emosional yang bersifat subyektif dan tidak
menyenangkan, berkaitan dengan jaringan rusak atau jaringan yang cenderung
rusak (Guyton, 1995).
Keadaan psikis mempengaruhi
nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya,
tetapi dapat pula rpenghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan
suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap
orang. Batas nyeri untuk suhu konstan, yaitu pada 44-45°C. Ambang
nyeri didefinisikan sebagai tingkat nyeri yg dirasakan untuk pertama kali.
Jadi, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri, untuk
setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Tjai dan Rahardja, 2002).
b. Jenis-jenis
nyeri yang dikenal orang
Sebagian besar rasa nyeri yang
dialami dalam hidup boleh jadi hebat, tetapi biasanya singkat. Rasa nyeri ini
mungkin hanya berlangsung beberapa saat atau dapat berlangsung selama
berhari-hari atau berminggu-minggu, tergantung pada beratnya cedera, dari lama
waktu yang diperlukan untuk sembuh, tetapi yang pasti sebagian besar rasa nyeri
itu pada akhimya hilang, misalnya sakit kepala karena "masuk angin"
atau flu, terlalu letih atau ketegangan (stres), juga karena gegar otak,
migrain, atau tumor. Bagitupula sakit gigi karena gigi berlubang atau radang
syaraf dan sakit maag atau sakit perut pada haid, karena gugup, kejang atau
radang usus, jenis rasa nyeri sementara ini dikenal sebagai rasa nyeri akut
(Tjai dan Rahardja, 1993).
Bila rasa nyeri berlangsung lama
setelah proses penyembuhan yang wajar, atau bila tampaknya tidak ada cedera
masa lalu atau kerusakan tubuh yang menyebabkan rasa nyeri berkepanjangan, rasa
nyeri itu dikenal sebagai rasa nyeri kronis (Hagen and Philip, 2002).
Perasaan nyeri dapat dipengaruhi
oleh keadaan mental kita, misalnya perasaan cemas, kekhawatiran, dan
ketegangan, memperhebat rasa nyeri, sedangkan hiburan dan ketenangan, sikap
acuh tak acuh dapat menguranginya (Tjai clan Rahardja, 1993).
c. Penanganan
Rasa Nyeri
Berdasarkan proses terjadinya,
rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Merintangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan analgetik perifer.
2. Merintangi
penyaluran rangsangan di syaraf-syaraf sensoris, misalnya anestetika lokal.
3. Blokade
pusat nyeri di susunan syaraf pusat dengan analgetika sentral (narkotika) atau
dengan anestesi umum '(obat-obat penting) (Tjai dan Rahardja, 2002).
d. Definisi
Demam
Demam adalah keadaan ketika suhu
tubuh meningkat diatas 37°C . Tubuh tidak berhasil lagi untuk
mendinginkan melalui saluran-saluran normalnya, semua 'kalor yang diproduksi
berlebihan. Peningkatan sampai 38°C disebut " peningkatan suhu
", antara 38°C dan 39°C dinamakan demam sedang, suhu
di atas 39°C dinamakan demam tinggi.
Suhu tubuh nonnal bervariasi
sepanjang hari antara rata-rata 36,5°C dan 37°C .
Biasanya suhu malam adalah lebih tinggi sedikit daripada suhu pagi, karena
tubuh memproduksi kalor akibat aktivitas siang hari. Selama tidur kalor ekstra
ini tidak dibentuk, dan suhu berangsur-angsur turun lagi ke nilai pagi (Tjai
clan Rahardja, 1993).
Penyebab demam berbagai macam,
antara lain (Tjai dan Rahardja, 1993) :
1. Infeksi
dengan kuman, sebab yang paling umum adalah infeksi, misalnya karena virus
(selesma, flu, cacar air) atau bakteri,'misalnya radang telinga, radang
tenggorok (laringitis), dan tifus.
2. Infeksi
pada anak-anak, pada bayi, dan anak kecil, pengaturan suhu di pusat kalor belum
berkembang seluruhnya, mereka seringkali memiliki suhu rata-rata yang lebih
tinggi daripada orang dewasa. Demam pada anak kecil tidak selalu menandakan
adanya penyakit infeksi.
3. Penyakit-penyakit
lain, juga dapat menimbulkan demam, misal : encok dan pengerasan hati
(cirrhosis) begitu pula luka-luka besar, dan luka-luka bakar.
Demam juga merupakan suatu
isyarat, suatu tanda bahaya yang tennasuk sistem tangkis alami tubuh. Bila
virus atau bakteri memasuki tubuh maka aparat tangkis mulai melawan infeksi
dengan membentuk zat-zat tertentu, antara lain : prostaglandin yang
meningkatkan penyetelan termostat (pengatur kalor) di otak hingga suhu
meningkat (Tjai dan Rahardja, 1993).
Penderita demam lazimnya menjadi
pucat mukanya dan merasakan dirinya dingin, la mulai menggigil yang menimbulkan
lebih banyak kalor, sehingga suhu akan lebih meningkat. Demam tinggi lazimnya
disertai hilangnya nafsu makan, rasa letih, mual, dan keluhan lambung lainnya.
Suhu diatas 40°C dapat menimbulkan kegelisahan, kacau pikiran dan
mengigau. Pada orang dewasa suhu lebih tinggi dari 42°C selama
beberapa jam sudah dapat merusak otak dan berakibat fatal. Hal mi
jarangterjadi, karena tubuh secara otomatis akan mengeluarkan kalor dengan
berkeringat sehingga menimbulkan pendinginan (Tjai dan Rahardja, 1993).
e. Penanganan
Demam
Tindakan umum antara lain (Tjai dan Rahardja, 1993):
1. Perlu
minum ekstra banyak air (teh, perasan buah atau kaldu),untuk menstimulasi
saluran-saluran pembuangan tubuh, yaitu melalui ginjal, usus (tinja), kulit
(keringat).
2. Makan
lebih banyak makanan yang mudah dicernakan (bubur), untuk menghindari menjadi
lebih lemahnya tubuh.
3. Menggunakan
pakaian tipis, agar kalor berlebihan diberi kesempatan untuk dikeluarkan.
4. Dengan
jalan meletakkan kompres air dingin di dahi, untuk menyejukkan kepala yang
panas melalui penguapan air.
Penggunaan obat yang tepat
Obat analgetika mampu meringankan
atau menghilangkan rasa nyeri dan / atau demam, tanpa mempengaruhi susunan
syaraf pusat atau menurunkan keadaan juga tidak menimbulkan ketagihan (Tjai dan
Rahardja, 2002).
Kebanyakan zat ini juga berdaya
antipiretik dan atau antiradang. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan
sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada gangguan demam (infeksi
virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan, seperti rhema dan encok. Obat ini
banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka
ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rhema, encok), nyexi haid (dysmenorroe),
nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir,
NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) lebih layak. Pada nyeri
lebih berat, seperti setelah pembedahan atau fraktur (tulang patah), kerjanya
kurang efektif (Tjai dan Rahardja, 2002).
Untuk melakukan swarnedikasi
terhadap nyeri dan / atau demam, pertama-tama dicari dahulu sebab-sebabnya.
Pada sakit gigi hendaknya ditangani oleh dokter gigi, lubang ditambal, atau
radang syaraf diobati, sedangkan nyeri kepala akibat ketegangan atau
perselisihan ditempat pekerjaan sebaiknya diatasi dengan musyawarah bersama
rekan-rekan untuk mencari jalan keluar permasalahan yang dihadapi (Tjai dan
Rahardja, 1993).
Pada pengobatan nyeri dengan
analgetika, faktor-faktor psikis turut memegang peranan, misalnya kesabaran
individu dan daya mencekal nyerinya.
Beberapa obat yang sesuai jenis
nyerinyaantara lain (Tjai dan Rahardja,2002) :
1.
nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer,
seperti paracetamol, asetosal, mefenamat, propifenazon, atau aminofenazon.
2.
nyeri sedang dapat ditambahkan kafein atau kodein.
3.
nyeri yang disertai pembengkakan atau akibat trauma
(jatuh, tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetik
antiradang, seperti aminofenazon dan NSAIDs (mefenamat, nifluminat).
4.
nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau
opiat lainnya
f. Sifat-sifat
obat anti nyeri dan demam
1.
Asetosal (Aspirin, Cafenol, Naspro)
Obat antinyeri tertua mi juga berkhasiat antidemam.
Pada dosis tinggi (3 - 4 gram sehari) juga bekerja antiradang, berkat
perintangan prostaglandin di ujung-ujung syaraf. Pada umumnya mulai kerjanya
agak cepat, dalam waktu 20-30 menit, efeknya bertahan ± 5 jam. Penggunaannya
selain sebagai analgetikum, asetosal dewasa ini banyak digunakan sebagai
alternatif antikoagulansia untuk obat infark kedua setelah terjadi
serangan.Efek samping : paling sering terjadi berupa iritasi mukosa
lambung,dengan resiko tukak lambung dan perdarahan samar (occult) (Tjai
dan Rahardja, 1993).
2.
Paracetamol (Asetaminofen, Panadol, Tylenol, Tempra)
Obat ini adalah pengganti obat kuno fenasetin yang
sekarang dilarang peredarannya karena dapat mengakibatkan kanker ginjal dan
kandung kemih. Obat antinyeri dan antidemam ini paling banyak digunakan karena
pada takaran biasa bersifat aman, tanpa memberikan efek samping.
Khasiatnya sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi
tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang
paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan sendiri). Overdosis bisa
menimbulkan arrtara lain mual, muntah dan anorexia. Efek samping, antara
lain : reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah, daya kerjanya hampir sama
kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya sedikit lebih singkat (Tjai dan
Rahardja, 1993).
3.
NSAIDs
Guna menanggulangi gejala nyeri, peradangan dan
kekakuan banyak digunakan analgetik antiradang dan kortikosteroid. N,SAIDs (Non
Steroidal Anti Inflamatory Drugs) berkhasiat analgetik, antipiretik serta
antiradang dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit rhema.
Obat ini lebih efektif daripada analgetik perifer (parasetamol, asetosal atau
kombinasinya dengan obat antinyeri lain). " Obat ini efektif untuk
peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan). Juga misalnya
setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat mi dipakai pula untuk
mencegah pembengkakan bila di minum sedini mungkin dalam dosis yang cukup
tinggi (Tjai dan Rahardja, 2002).
g. Monografi
Kecamatan Pasarkliwon
Kecamatan Pasarkliwon merupakan
salah satu kecamatan yang terdapat di Kota Surakarta. Kecamatan ini 'terletak
di bagian timur Kota Surakarta. Kecamatan Pasarkliwon terbagi menjadi 9
kelurahan, antara lain : Kelurahan Kedunglumbu, Kelurahan Pasarkliwon,
Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Joyosuran,
Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman, dan Kelurahan Kampungbaru.
Kecamatan Pasarkliwon mempunyai
jumlah penduduk sekitar 85.884 orang, yang terdiri' dari 42.026 wanita dan
43.858 pria. Sebagian besar penduduk ini memeluk agama Islam yaitu 66.742 orang
dan sebagian besar berpendidikan tamat SLTA yaitu 18.353 orang. Masalah mata
pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Pasarkliwon sebagai buruh
industri.
E. Keterangan
Empiris
Penelitian dilakukan untuk
memperoleh gambarap mengenai tindakan penggunaan obat nyeri dan / atau dernam
oleh masyarakat Kecamatan Pasarkliwon dalam pengobatan sendiri. Penelitian ini
juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendasari tindakan
pengobatan sendiri. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai obat nyeri dan /
atau demam meliputi pengetahuan tentang makna lambang atau logo pada kemasan
obat, komposisi, indikasi, efek samping, kontraindikasi, serta merek obat
mentpakan hal yang ingin diketahui. Penelitian ini juga dilakukan untuk mencari
sumber-sumber informasi yang berperan dalam menentukan penggunaan obat nyeri
dan / atau demam.
F. Rencana
Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan
Pasarkliwon dengan penentuan lokasi penelitian menggunakan metode area
sampling yaitu metode untuk mendapatkan sampei pada sub populasi yang
ditetapkan berdasarkan daerah penyebaran populasi yang hendak diteliti.
Pemilihan responden ditentukan secara accidental sampling yaitu tehnik
pengambilan sampel yang tidak ditetapkan lebih dahulu tetapi peneliti langsung
mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemuinya. Untuk menentukan jumlah
responden digunakan metode proportional sampling yaitu metode untuk
menentukan ukuran sampel dari beberapa sub populasi yang tidak sama jumlahnya,
d4lam penarikan sampel perbandingan antar sub populasi diperhitungkan, sehingga
dihasilkan sampel yang proporsional.
Data yang sesuai dengan tujuan
penelitian diperoleh dari kuesioner yang terdiri atas berbagai pertanyaan.
Kuesioner tersebut dibagikan kepada responden di setiap lokasi penelitian untuk
dijawab. Data-data yang terhimpun dari kuesioner dianalisis dengan metode
deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1982, Sistem Kesehatan
Nasional, 20, 40 - 43, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1986, Penggunaan Obat Yang
Rasional Bagi Setiap Orang, Buletin Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan
Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1992, Undang-Undang
Republik Indonesia No. 23 Tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Djarwanto, 2001, Statistik Non
Parametrik, Edisi III, 5, BPFE, Yogyakarta.
Foster, G dan
Anderson, B, 1986, Antropologi Kesehatan, Cet I, 171 - 173, 184 - 190,
UI, Jakarta.
Guyton, 1995, F'isiologi Manusia
dan Mekanisme Penyakit, 443, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hagen, dan Philip, T, 2002, Mayo
Clinic, Pedoman Perawatan Sendiri, Jawaban Masalah Kesehatan Sehari-hari, Cet
I, 50 - 56, Intisari Mediatama, Jakarta.
Kotler, P, 1987, Dasar-Dasar
Pemasaran, diterjemahkan oleh Wilhelmus W, Bakowatan, Jilid I, Edisi III,
Cet I, 272 - 273, Intermedia, Jakarta.
Nawawi,H, 1995, Metode Penelitian
Bidang Sosial, Cet I, 1.41-160, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Notoatmodjo, S, 1997, Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Cet I, 121 - 126, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Samsubar, S, 1986, Statistik
Deskriptif, Edisi I, Cet I, 99 - 145, Andi Offset, Yogyakarta.
Sarjoko, dan Sukartono, 1977, Obat
sebagai Sarana Pembinaan Masyarakat Sehat dan Sejahtera, Majalah Farmasi
Indonesia, Tahun ke- V No. 1, 10 - 13, Jakarta.
Schwartz, W. K, and Hoopes, J.M.,
1989, Patient Assesment And Consultation, in Hand Book of Nonprescription
Drugs, 9th Ed, 1- 22, American Pharmaceutical Association, Washington DC.
Smith, MC, 1991, Pharmaceutical
Marketing, Strategy, and Cases, 345, Pharmaceutical Products Press, New
York.
Sugiyono dan Wibowo Eri, 2002, Statistika
Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.4 for Windows, Cet 11, 4 - 34, 82
- 86, 167 - 172, Alfabeta, Bandung.
Sugiarto, dkk, 2001, Tehnik
Sampling, 73, 76, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Supardi, dan Sudibyo, 1997,Pengobatan
Sendiri di Masyarakat dan Masalahnya, Cermin Dunia Kedokteran No. 118,
48 - 49.
Soekanto, dan Soerjono, 1982, Teori
Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat, Cet I, 121, Ghalia Indonesia,
Jakarta
Tjai,TH dan Rahardja, K, 1993, Swamedikasi,
Cara-Cara Mengobati Gangguan Sehari-hari dengan Obat-obat Bebas Sederhana, Cet
I, 41 - 51, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Tjai, TH dan Rahardja, K, 2002, Obat
Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi V, Cet I,
295 - 301, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Husein, U, 2002, Riset Pemasaran
dan Perilaku Konsumen, 50 - 51, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Warsito, 13,1999, Peran dan
Tanggungjawab Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Mendukung serta
Menunjang Self Medication yang Rasional, Makalah Seminar Nasional Self
Medication, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Winardi, 1991, Marketing dan
Perilaku Konsumen, Cet I, 108, 143, Mandar Maju, Bandung.
Untuk mendapatkan file lengkap silahkan hubungi/ sms ke HP 089 679 540 116
0 komentar:
Posting Komentar